Ace House Collective

Setiap kali ke Jogja, Kopling selalu terkagum-kagum dengan aroma seni kota Jogja yang semerbak. Banyak para pelaku seni di kota budaya ini yang aktif terlibat di berbagai gerakan atau komunitas dengan membawa ciri khas masing-masing. Kebetulan, waktu lagi mampir ke Jogja Kopling sempet ketemu sama Hendra Hehe dan dia ngenalin Kopling ke sebuah laboratorium seni yang sebenarnya udah berdiri sejak 2011, tapi baru resmi mempunyai tempat sendiri di tahun ini. Laboratorium seni bernama Ace House Collective ini berisi 15 orang seniman jogja dengan reputasi yang nggak perlu ditanyakan lagi. Dan salah satu anggotanya adalah Hehe sendiri.

Jadi, apa ya yang membedakan Ace House Collective dari yang lain? Simak yuk obrolan Kopling dengan para penggeraknya di bawah ini!

Kopi Keliling (KK): Sebagai pembuka, bisa dijelaskan dulu Ace House Collective itu apa dan siapa saja anggotanya?

Ace House (AH): Ace House Collective adalah laboratorium seni yang terbentuk dari sekelompok seniman muda atas dasar kesamaan pemikiran dan ide dalam berkarya. Ace meyakini bahwa kesenian tidak sebatas berkarya dalam ruang studio, namun juga persilangannya dengan disiplin ilmu lain. Sebuah gerakan budaya yang membawa semangat terhadap sikap dan gaya berkesenian kami. Kesadaran berkesenian inilah yang akhirnya mendasari kami untuk membentuk Ace House Collective.

Kolektif ini terdiri dari; Ahmad Oka, Uma Gumma, Decky ‘Leos’ F, F.A Indun, Gintani Nur Apresia Swastika, Hendra ‘Blankon’ P, Hendra HeHe, Iyok Prayogo, Krisna Widhiatama, Prihatmoko Moki, Riono ‘Tatang’ Tanggul, Rudi ‘Lampung’ H, Rudy ‘Atjeh’ Dharmawan, Sulung W Prasastya, dan Uji ‘Hahan’ Handoko.

KK: Apa yang melatarbelakangi pembentukan Ace House Collective?

AH: Berawal dari usaha reflektif atas apa yang terjadi pada wacana seni rupa kontemporer Indonesia khususnya dari perspektif generasi seniman muda. Secara internal membangun kesadaran atas entitas kerja kekaryaan, juga sebagai ruang dalam arena produksi visual dalam diskursus seni rupa. Dengan membangun kerja kolektif melalui proyek dan program yang kami inisiasi bersama, diharapkan dapat menguatkan per individu yang tergabung. Semangat gerakan ini didorong atas keinginan untuk sebuah pencapaian yang lebih dari sekedar pencapaian individu didalamnya.

KK: Kalau tidak salah, Ace House Collective sudah didirikan sejak lama, namun baru mempunyai ruang di tahun ini, apa yang membedakan Ace House Collective yang dulu dan sekarang?

AH: Ace House Collective didirikan sejak 2011 lalu. Sebelumnya kami merasa belum membutuhkan ruang secara fisik. Hingga pada awal tahun 2014 ini, kami memutuskan untuk menginisiasi sebuah ruang yang dikelola secara organik oleh para anggota Ace.

Ruang ini sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk mengelola ruang yang terbuka untuk publik, bagaimana konon seniman yang ‘adiluhung’ dan individual tersebut dapat engaged dengan lingkungannya.

Sebenarnya tidak ada perbedaan format dan metode dalam proses berkarya. Namun, dengan adanya ruang ini, jelas menuntut tambahan energi untuk menjalankannya. Yang pasti lebih seru dan asyik. Perbedaan yang paling signifikan adalah bertambahnya jumlah anggota kami yang menikah dan punya anak, terus jadi jarang nongkrong.

KK: Bisakah kalian mendefinisikan gaya berkarya di dalam Ace House Collective?

AH: Proses berkarya di Ace jauh lebih kompleks dan penuh negosiasi karena ada 15 kepala di dalamnya. Nah, kami rasa ini yang membedakan bagaimana bekerja secara individu dan kolektif. Seluruh proses pengerjaan karya, baik itu dari ide hingga eksekusi selalu diawali dengan brainstorming. Kalau gaya yang spesifik sebenarnya tidak ada. Penekanannya hanya dari segi metode kolektif tersebut. Yang pasti metode berkarya di Ace House Collective berbeda dengan karya yang dibuat secara personal oleh para anggotanya.

KK: Setelah ruang ini tercipta, apa rencana program Ace House Collective untuk setahun ke depan?

AH: Ruang ini didedikasikan untuk memfasilitasi geliat para seniman muda dan berfungsi sebagai laboratorium atas ketegangan artistik antara seni dan disiplin ilmu lain melalui pendekatan secara eksperimental dan eksploratoria, serta menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam perspektif seni rupa.

Kami kemudian menginisiasi beberapa program antara lain; Friday I’m In Talk, yaitu ngobrol santai tentang proses kreatif seniman. Lalu ada Kliwon Screening, nonton bareng film/video art yang kita anggap menarik dan inspiratif. Lalu ada pameran Back To The Future, pameran arsip tentang perjalan kreatif dari para seniman Ace House Collective. Dan yang masih berlangsung Three Musketeers Project, yaitu program kelas belajar dan pendampingan (semacam sekolah informal) untuk seniman muda di bawah 30 tahun, proses dalam berkarya menjadi titik penting dari program ini.

KK: Karya-karya seperti apa yang dipamerkan di Ace House Collective?

AH: Tidak ada klasifikasi tertentu, penekanannya lebih pada bagaimana mengakomodir semangat para seniman muda. Karya yang kami anggap menarik adalah karya-karya yang mampu bereksperimen dengan gagasan dan eksplorasi media.

Proses dan dedikasi, setidaknya dua hal tersebut menjadi nilai yang paling kami hargai pada seorang seniman dalam berkarya.

KK: Apakah kolaborasi ini terbatas hanya untuk mereka yang berkarya di ranah seni visual atau bisa dari berbagai macam ranah seni?

AH: Siapa saja, tidak hanya ranah seni visual, bahkan dari disiplin ilmu selain seni.

KK: Ada pesan-pesan untuk para pendatang baru di seni visual?

AH: Semangat dalam berkarya harus selalu dijaga. Bagaimana kita bisa menghidupi seni kita sendiri, dan sebaliknya. Kami rasa, itu tantangan paling besar untuk menjadi seorang seniman. Selalu berusaha, fokus, jangan sungkan belajar dari orang lain. Tetap menjadi “subyektif”, karena seniman yang berhasil itu adalah seniman yang bisa ‘menjual’ subjektivitasnya.

 

Ace House Collective
Jl. Mangkuyudan 41 Yogyakarta 55143
T: @acehouse_ykW: acehousecollective.com

About author

joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official