Ilustrator kelahiran Bandung ini adalah lulusan Desain Grafis Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Selain bekerja di sebuah agency iklan multinasional di Jakarta, Wickana juga mengerjakan beberapa proyek lepasan seperti ilustrasi untuk majalah dan buku cerita anak. Wickana mempunyai hobi menggambar, mendengarkan musik, dan browsing internet untuk mencari inspirasi.
Dari kecil, Wickana sudah senang menggambar, diawali dengan meniru gambar komik-komik Jepang yang sering ia baca, terutama Sailor Moon. Ia lalu mulai mendalami visual art setelah masuk kuliah dan menyadari bahwa seni visual itu bukan hanya menarik dari sisi keindahan (estetika) luarnya saja, tapi ada konsep dan makna-makna tertentu di balik setiap karya. Ia mengaku nggak pernah menekuni bidang lain selain visual art karena sejak dulu ia selalu bersentuhan dengan dunia menggambar.
Wickana mengekspresikan dirinya dengan menciptakan sebuah karya visual. Buatnya, karya visual adalah sebuah sarana untuk menumpahkan perasaan yang nggak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Karena itulah ia sangat menikmati proses pembuatan karya, terlebih jika karyanya mendapat apresiasi positif dari orang-orang di sekeliling. Inilah yang menjadi alasannya terus menekuni bidang visual art. Keputusan Wickanapun didukung penuh oleh orang tuanya, yang memberi kebebasan untuk memilih apapun asal ia menyukai bidang tersebut dan fokus menjalaninya. Teman-teman dekat yang selalu mendukungnya juga menjadi sumber semangat Wickana untuk terus berkarya.
Wickana mendapatkan inspirasi dari pengalaman pribadi yang ia tuangkan ke dalam karya visual melalui bentuk-bentuk simbolik. Ia juga sering mendapat inspirasi dari art book, browsing internet, terutama yang berhubungan dengan foto-foto tua, old manuscript illustrations dan juga folktales. Ilustrator beraliran surealis yang mengarah pada hal-hal bersifat dark, gloomy, dan kontradiktif ini mengidolakan Mark Ryden, Femke Hiemstra, Tetsuya Ishida, Ana Bagayan, dan Benjamin Lacombe sebagai seniman-seniman yang sering menjadi inspirasinya dalam berkarya.
Melalui karyanya, Wickana ingin menyampaikan nggak hanya hal yang bermakna literal namun lebih ke emosional/psikologis yang dapat dirasakan secara langsung. Karena itu, respon orang bisa berbeda-beda dalam menangkap pesan dari karyanya, tergantung dari perspektif masing-masing. Wickana ingin orang-orang yang melihat karyanya ikut merasakan apa yang ia rasakan saat membuat karya tersebut. Menurut Wickana, perasaan manusia dapat saling terhubung satu sama lain melalui sebuah jembatan yang bernama karya seni.
Karya-karya Wickana sudah pernah dipamerkan di beberapa acara, seperti MOEISM Art Exhibition di Common Room, Panen Grafis di Galeri Salihara, Pameran Tugas Akhir DKV 2010 (TUAI) di Fx. Kelir Exhibition di Goelali Fest 2011, dan beberapa pameran lainnya. Buat Wickana, pameran seni idamannya adalah sebuah group exhibition bersama visual artist lain dari dalam dan luar negeri yang memilih style serupa dengannya dan berlokasi di sebuah museum berisi benda-benda antik/tua, taxidermy, atau toples-toples berisi spesimen. Pokoknya apapun yang mendukung suasana menjadi dark, gloomy, dan misterius.
Ketika ditanya soal kopi, Wickana mengaku belum mempunyai pengalaman menarik dengan kopi, kecuali sebatas minuman di pagi hari atau teman lembur di malam hari.
Lihat karya-karya Wickana lainnya di sini: wickana.blogspot.com