Kopi dan gajah ternyata memiliki hubungan yang cukup erat. Nggak cuma biji kopi yang dihasilkan dari sekresi gajah bisa bernilai luar biasa mahal, tapi budidaya kopi lestari juga ternyata bisa meningkatkan kesejahteraan hidup para gajah.
Seperti yang pasti banyak dari kamu udah tau, Provinsi Lampung terkenal dengan perkebunan kopi dan wilayah hutan yang menjadi tempat tinggal gajah serta satwa langka lainnya. Salah satu wilayah di Lampung dengan keanekaragaman hayati tinggi adalah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang memiliki luas 356.800 hektar. Sedihnya, saat ini kawasan TNBBS sedang mengalami ancaman yang disebabkan oleh perburuan, pembalakan liar, dan yang paling serius dari semuanya adalah konversi hutan secara ilegal untuk pertanian dan pemukiman. Ancaman tersebut akan dapat dikurangi dan diatasi apabila kegiatan masyarakat yang bermukim di sekitar TNBBS (di dalam daerah penyangga) dapat diarahkan kepada kegiatan yang nggak mengganggu dan merusak ekosistem dan habitat satwa liar di dalam kawasan TNBBS.
Salah satu bentuk budidaya masyarakat dalam skema pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah berkebun kopi. Sayangnya, budidaya kopi masyarakat pada umumnya masih mengandalkan luas lahan. Hal ini mengakibatkan budidaya kopi memasuki wilayah TNBBS yang merupakan habitat Gajah Sumatera. Alhasil, kawasan hutan tertekan secara drastis menjadi kebun kopi dan dalam jangka panjang luas lahan pertanian dalam kawasan hutan meningkat dan menurunkan fungsi utama kawasan hutan.
Untuk menanggulangi hal ini, WWF Indonesia bersama dengan Bukit Barisan Selatan Conservation Program telah memfasilitasi pertanian lestari dengan budidaya kopi, kakao, dan padi sawah serta kegiatan pertanian lainnya yang ramah lingkungan di 11 desa, yaitu Way Asahan, Tampang Tua, Tampang Muda, Kaur Gading, Pangenan, Suka Raja (Kabupaten Tenggamus), Desa Pemerihan, Suka Marga (Kec. Suoh) dan Parda Suka, Sumber Agung dan desa Suka Marga (Kec. Bengkunat) (Kabupaten Lampung Barat) dengan jumlah petani yang terlibat adalah 900 orang petani dengan total luas lahan hampir 1.000 ha.
Pada Agustus 2010, 25 kelompok mendirikan operasi konservasi mitra tani (KOMIT) untuk menerapkan budidaya pertanian berdasarkan standar Jaringan Pertanian Lestari (SAN standar) dan telah mendapatkan sertifikasi pertanian ramah lingkungan dari lembaga sertifikasi Rainforest Alliances pada bulan April 2011. Sertifikasi tersebut berarti para petani mampu menerapkan skema pengelolaan perkebunan dan produksi kopi yang berkelanjutan serta berkomitmen untuk meninggalkan perkebunan kopi di dalam kawasan TNBBS dan hutan lindung secara sukarela.
Kopi Kuyungarang
Sejak tahun 2008, WWF Indonesia telah mendampingi sekitar 1.500 petani kopi dan kakao di 12 desa yang terletak di daerah penyangga TNBBS. Sebagian produksi kopi dari kelompok petani KOMIT ditampung oleh Rumah Produksi Kopi Kuyungarang. Saat ini, kelompok Kopi Kuyungarang telah mampu memproduksi kopi 1,5-2 ton kopi robusta dalam satu tahun dengan pendapatan bersih 10-15 juta per bulan.
Untuk berbagi metode pemeliharaan kopi, maka didirikan sekolah lapang petani (farmer field school), yang diketahui lebih baik dalam melakukan proses transfer teknologi dan berbagai teknis lainnya pada komunitas petani di pedesaan.
Kampanye #NasibGajah
Upaya budidaya kopi lestari yang dilakukan oleh WWF Indonesia merupakan bagian dari kampanye nasional untuk perlindungan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis). Tujuan kampanye yang bertajuk #NasibGajah ini adalah menggalang dukungan publik untuk mendorong semua pihak dalam menjaga keaslian wilayah jelajah Gajah Sumatera, termasuk perusahaan sawit agar menerapkan Best Management Practices (BMP) untuk menyelamatkan Gajah Sumatera di alam dan lembaga konservasi ex-situ – seperti kebun binatang dan pusat konservasi gajah – untuk melakukan pengelolaan satwanya dengan memperhatikan prinsip dan etika kesejahteraan satwa (animal welfare), yang mana disebutkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.31/Menhut-II/2012.
Populasi Gajah Sumatera dikategorikan ‘kritis’ (critically endangered) dalam Daftar Merah lembaga konservasi dunia, IUCN. Gajah Sumatera juga berstatus ‘satwa dilindungi’ berdasarkan UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan merupakan salah satu spesies prioritas nasional. Menurut Ahli Satwa Liar dari WWF Indonesia, Sunarto, populasi Gajah Sumatera mengalami penurunan sekitar 35% dalam 7 tahun terakhir sejak 2007.
Kampanye #NasibGajah menampilkan kondisi Gajah Sumatera secara visual kepada publik melalui karya seni, yang dibuat oleh 20 orang seniman muda berbakat Indonesia, dan telah dipamerkan di kawasan car free day (CFD) Jakarta depan Menara BCA. Setelah itu, karya-karya seni tersebut akan dipamerkan di area-area publik seperti pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, kampus dan sekolah di Jakarta dan sekitarnya selama beberapa bulan ke depan. Dengan disebarkannya 20 karya seni ini di berbagai lokasi, masyarakat diberi kesempatan berfoto selfie bersama karya-karya seni tersebut sekaligus mendapatkan informasi tentang kondisi Gajah Sumatera. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam kompetisi #Selfielephant – yang berhadiah kunjungan bersama WWF-Indonesia ke pusat konservasi ex-situ Gajah Sumatera di Minas, Riau.
Buat kamu para pengguna Twitter yang mau mendukung kampanye ini melalui media sosial, yuk cantumkan tagar #NasibGajah dan mention akun Presiden Joko Widodo (@jokowi_do2) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (@humas_kemenhut). Kampanye #NasibGajah juga akan muncul di Kemang Art & Coffee Festival 2014! Jangan sampai nggak dateng ya kalo kamu ingin bertanya-tanya lebih lanjut mengenai kampanye yang dilakukan oleh WWF Indonesia ini.