Hari gini siapa yang nggak kenal sama emoji? Bukan, bukan lagu “Emosi Jiwa” yang dinyanyikan Yana Julio. Itu sih jadul banget. Hehe. Tapi ini emotikon yang sering digunakan di banyak media sosial dan instant messenger beberapa tahun terakhir ini.
Emoji ini asalahnya dari Jepang, yang arti awalnya adalah “pictograph”. “E” artinya gambar, sementara “moji” artinya “karakter”. Jadi “emoji” adalah karakter bergambar. Penciptanya adalah Shigetaka Kurita, yang pernah menjadi bagian dari pembuatan platform NTT DoCoMo mobile i-mode internet.
Tapi meskipun emoji ini awalnya hanya ada di Jepang, tapi beberapa karakter dalam emoji sudah disesuaikan dengan Unicode, sehingga bisa digunakan oleh siapa saja dan di mana saja.
Able Parris (sumber: google.com)
Seorang seniman dari New York, Able Parris, baru-baru ini membuat proyek terbarunya yang diberi judul “Emoji Dream”. Dia menggabungkan foto-foto hasil jepretannya sendiri dengan emoji dengan menggunakan aplikasi Phonto untuk menambahkan emoji dalam foto-fotonya dan mengedit warna fotonya dengan VSCO.
Able Parris dan Emoji Dream (sumber: ableparris.com)
Tapi, apakah yang sebenarnya mau disampaikan oleh Able Parris melalui emoji-emoji ini? Sepertinya sih dia pengin ngasih tau kalau emoji ini benar-benar menginvasi planet bumi. Kalau dulu kita punya berbagai macam kata-kata dan bahasa tubuh untuk mengungkapkan kesedihan, belasungkawa, atau kebahagiaan, sekarang sebagian besar dari kita pasti memilih untuk menggunakan berbagai macam emoji yang terkesan lebih bisa menyampaikan pesan. Siapa yang nggak pernah membubuhkan emoji peluk saat mengucapkan bahagia kepada teman? Pasti banyak juga dari kita yang memilih untuk menggunakan emoji nangis ketika bersedih akan sesuatu. Emoji seolah-olah menggantikan kata-kata dan interaksi sosial yang lebih mendalam.
By the way, Able Parris ini seorang seniman dan desainer ternama lho. Dirinya bahkan pernah memenangkan penghargaan desainer interaktif, pernah kuliah di Rhode Island School of Design, Rhode island College, dan selama 8 tahun sudah menjadi art director. Istrinya, Julia Parris juga seorang seniman dan fotografer. Mereka berdua adalah pendiri Analog=Heavy, sebuah toko online yang menjual hasil karya mereka dan mereka juga mengembangkan desain untuk produk-produk yang bisa dipakai, seperti pakaian, misalnya.
Pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari sepuluh tahun ini setiap pagi menikmati kopi yang mereka buat sendiri dengan french press. Untuk pergi bekerja, dirinya selalu naik kereta dan itulah saat dia sering membuat foto-fotonya. Sepulang bekerja, terkadang dirinya bertemu dengan teman-temannya, bertemu klien, mengunjungi acara seni, atau menikmati kota Manhanttan yang selalu membuatnya terpesona. Di akhir pekan, dirinya biasanya berkeliling kota, mengambil foto, atau ke cafe untuk membaca, menulis, dan memandang orang-orang yang lalu lalang.
Hidup yang sederhana, memang. Tapi dirinya mempunyai pesan sederhana yang maknanya nggak sederhana bagi para desainer muda: “Desain itu proses yang harus terus dipelajari. Desain hanya bisa dipelajari ketika kita terlibat dalam pembuatannya, karenanya teruslah berkarya.”
Website: ableparris.com
Instagram: @ableparris