Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk datang ke salah satu pameran karya salah satu pelukis terhebat Indonesia, yaitu Raden Saleh. Buat kamu yang belum sempat hadir, yuk simak liputan singkat saya mengenai pameran yang diadakan di Galeri Nasional ini.
Ketika masuk ke ruangan pamer, seperti biasa kita disambut oleh kata pengantar tentang pameran tersebut. Eh, namun sebelum disambut oleh kata pengantar, seorang petugas keamanan terlebih dahulu menyambut saya dengan peringatan untuk tidak mengambil foto dengan menggunakan flash-lamp atau bahasa dulunya ‘Blitz’. Kurang lebih kata pengantarnya sebagai berikut:
Raden Saleh dan Kebangkitan Pendidikan Menggambar Modern. Di abad ke-19, sistem pendidikan di sekolah-sekolah bagi anak-anak penduduk asli di Jawa masih belum berkembang. Hanya beberapa sekolah menawarkan pelajaran menggambar. Salah satu pelopor dalam bidang ini adalah Karel Frederik Kolle (1892-1896). Ia menyarankan pada pemerintah agar teekenvoorbeelden – contoh ilustrasi untuk mempermudah pengajaran menggambar – dikembangkan dan dicetak. Saat itu, Holle langsung terpikir nama Raden Saleh, yang pada masa itu sudah menjadi pelukis dan ilustrator ternama.
Raden Saleh kemudian ditugaskan merancang 46 gambar untuk dijadikan litografi dalam dua versi: hitam putih dan berwarna. Dari sumber sejarah, kita mengetahui bahwa 120 cetakan dari seri litografi ini telah direproduksi. Saat ini, hanya 26 lembar yang tersisa, yang dapat ditemukan di koleksi Varia, di Perpustakaan Nasional Jakarta.
Pameran yang merupakan pameran monografi pertama karya Raden Saleh di Indonesia menampilkan 35 lukisan, dan juga puluhan sketsa dan litografi. Seperti yang kita ketahui dari cerita sejarah, Raden Saleh berguru ke Eropa untuk melukis. Maka karya-karya yang dipamerkan benar-benar menampilkan kehebatannya dalam menggambar pemandangan alam, portrait, dan hewan (khususnya singa atau harimau).
Salah satu karya berharimau yang keren menurut saya adalah “Mengintai” (1849/Cat minyak di atas kanvas). Kalau dari hasil nguping penjelasan tour guide yang bertugas di pameran itu, karya ini mengandung pesan di setiap pernikahan akan selalu ada bahaya yang mengancam. Ini kalau gak salah denger loh. Jadi kalau sampai salah, tolong kasih tau yah. Kalau mau komplen, nanti bisa saya tunjukkin mana yang ngomong begitu hehehe…
Detail yang luar biasa ‘parah’ bisa kita lihat di seluruh karyanya. Permainan efek cahaya yang dramatis benar-benar mencerminkan era romantis jaman itu. Nggak percaya? Berarti kamu harus lihat karya yang berjudul “Potret Raden Ayu Muning Kasari” (1857, Cat minyak di atas kanvas) di bawah ini.
Naah, edan bukan? Tapi, di antara seluruh karya yang dipamerkan, mungkin yang paling legendaris adalah lukisan “Penangkapan Dipanegara” (1857). Karya ini merupakan bentuk perlawanan Raden Saleh terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karya ini juga merupakan pelesetan dari lukisan “Penaklukan Dipanegara” karya JW Pienerman. Di karya tersebut digambarkan kalau Pangeran Dipenogoro tertunduk lesu, tak berdaya. Sebaliknya di karya Raden Saleh, Pangeran Dipenogoro digambarkan berdiri dalam posisi siaga.
Yang menarik dari lukisan ini adalah bagaimana Raden Saleh menggambarkan kepala prajurit Belanda lebih besar daripada seharusnya. Hal itu memang disengaja untuk menggambarkan manusia yang berwatak jahat. Pada saat penangkapan ini terjadi memang Raden Saleh masih berada di Eropa. Sekembalinya ke tanah air, Raden Saleh kemudian mencari informasi tentang peristiwa yang terjadi, lalu akhirnya melahirkan karya tersebut sebagai bentuk nasionalisme dirinya.
Sempat terpikir oleh saya mengenai kisah hidup Raden Saleh yang tergolong sangat beruntung pada masa itu. Terlahirkan dari keluarga yang berada, kemudian mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda pergi ke Eropa untuk belajar melukis. Hidup selama 20 tahun lebih dengan lingkungan yang cenderung elite. Namun setelah kembalinya dia ke tanah air, Raden Saleh mendapati kondisi yang sangat kontras dari kehidupan sebelumnya.
Sempat bertanya-tanya ke diri saya sendiri, apa ya jadinya kalau Raden Saleh lebih awal pulang ke tanah air? Apa ya jadinya kalau Raden Saleh tidak sempat belajar ke luar negeri dan ikut berjuang bersama saudaranya? Namun mungkin memang sudah begitu yang seharusnya terjadi. Di akhir hayatnya pun Raden Saleh mengalami kegelisahan. Ketika dia wafat di tahun 1880, Raden Saleh meninggal dalam ketidakbahagiaan.
Terlepas dari segalanya itu, jasa Raden Saleh, khususnya di bidang seni lukis sangat besar bagi Indonesia. Bisa dibilang Raden Salehlah yang membawa gaya lukis modern pertama ke Indonesia. Bukan hanya bagi Indonesia, Raden Saleh juga menjadi bagian penting bagi negara Jerman (karena dia tinggal cukup lama di Dresden) sehingga terciptalah inisiatif dari institusi Jerman untuk mengadakan pameran ini.
Seorang teman berkata “Seharusnya kita (Indonesia) enggak pantes bangga dengan karya-karya Raden Saleh, karena yang memelihara karyanya malah orang asing”. Saya sempat kaget dengan pernyataan itu, cuma ternyata ada benarnya juga karena memang kita sendiri kurang bisa apresiasi karya-karya besar seniman Indonesia seperti Raden Saleh. Mungkin dengan adanya pameran Raden Saleh yang cukup ramai diberitakan di media massa dan dengan animo pengunjung yang cukup banyak bisa menjadi awal yang lebih baik untuk perkembangan seni budaya di Indonesia, amin!. Pameran ini masih berlangsung hingga tanggal 17 Juni 2012, jadi kalau kamu belum sempat datang ke pamerannya yuk buruan! Kesempatan yang lumayan langka ini.
Ini karya-karya Raden Saleh lainnya yang berhasil saya dokumentasikan untuk Kopi Keliling. Enjoy.
Artikel oleh: @RaymondMalvin