Kali ini Kopling mau mengenalkan kamu ke salah satu teknik cetak tradisional, yaitu drypoint. Berbicara soal drypoint sebenarnya nggak akan jauh-jauh dari teknik cetak linocut atau woodcut. Prinsipnya sama, hanya alat yang digunakan sedikit berbeda. Teknik drypoint sama dengan etsa (etching), tetapi drypoint tidak menggunakan asam. Seniman menggunakan jarum karbida-tip atau berlian berujung untuk menorehkan gambar ke piring atau media lainnya. Karena tidak ada bahan kimia untuk menimbulkan korosi permukaan, lempengan drypoint dapat dibuat dari berbagai bahan lainnya dari tembaga dan seng. Seniman dapat membuat serangkaian cetakan drypoint dari piring bertinta menggunakan mesin cetak.
Drypoint termasuk salah satu teknik intaglio atau cetak dalam. Karya drypoint dibuat dengan cara menggoreskan alat tajam langsung ke atas matriks logam, misalnya paku atau jarum di atas plat logam untuk menghasilkan goresan yang masuk ke dalam permukaan plat logam. Goresan yang terbentuk dalam permukaan logam kemudian akan menampung dan memerangkap tinta saat proses wiping atau pengusapan tinta di atas plat. Agar tinta yang masuk ke dalam goresan jarum dapat berpindah ke kertas, kertas harus dilembabkan terlebih dahulu.
Teknik ini awalnya diciptakan oleh Housebook Master (Master of Amsterdam Cabinet), seorang Seniman Jerman abad ke 15. Pada masa renaissance seniman jarang menggunakan teknik drypoint ini, tetapi Albrecht Durer menghasilkan tiga karya drypoint, salah satunya Holy Family. Kemudian pada abad 20, mulai banyak seniman memproduksi drypoint, Max Beckmann, Milton Avery, dan Paul Hermann. Beberapa seniman menambahkan warna, sehingga drypoint yang dihasilkan beragam.
Seniman lain yang terkenal membuat karya menggunakan teknik drypoint adalah Dürer dan Rembrandt. Rijkmuseum di Amsterdam memiliki hampir seluruh karya Rembrandt. Karya Rembrandt juga pernah dipamerkan di Indonesia. Picasso juga menggunakan teknik drypoint yang dikombinasikan dengan teknik cetak orisinal untuk menghasilkan garis-garis yang sederhana namun ekspresif. Di Indonesia sendiri seniman yang terkenal menggunakan teknik drypoint ialah Tisna S, Supriyadi, dan Iwan Ramelan.
Karya drypoint Wayne Thiebaud (sumber: beachedmiami.com)
Karya Drypoint Rembrandt (sumber: metmuseum.org)
Karya drypoint Picasso (sumber: everypainterpaintshimself.com)
Tertarik mencoba teknik drypoint ini? Kamu bisa mencobanya sendiri tanggal 15 Maret 2015 bersama Kuteken Print Shop di Catalyst Art Shop. Langsung saja daftar, yuk! Informasi lengkap bisa kamu cek di sini.
Mungkin berikutnya kamu?