Seni sulam lahir sekitar Abad 5 Sebelum Masehi, dan sejak awal memang dibuat untuk mendekorasi. Pada Abad 16, pada masa pemerintahan Kaisar Akbar dari Mughal, Sang Kaisar dikenal sangat menyukai kain bersulam dari berbagai negara di sekitarnya.
Pada Abad 17, seni sulam adalah seni yang sangat penting dalam dunia Islam Medieval, seperti yang dicatat oleh seorang petualang dari Turki, Evliya Çelebi. Seni sulam adalah status simbol dalam kehidupan sosial kaum Muslim pada ketika itu, dan sangat terkenal di kota Damaskus, Kairo, dan Istanbul. Mereka bukan hanya menyulam sapu tangan dan seragam, tapi juga bendera, sepatu, jubah, bahkan ikat pinggang. Banyak di antara para pesulam yang membuat karyanya dengan benang emas dan perak.
Seni sulam (sumber: wikimedia.org)
Selain di dunia Islam, seni sulam juga dijadikan sebagai lambang kekayaan dan status di berbagai budaya lainnya, seperti Persia, India, Cina, Jepang, dan Eropa. Seni sulam ini kemudian berkembang pesat di Inggris, dan banyak workshop di sana yang disebut dengan nama “Opus Anglicanum” yang para senimannya juga menggunakan benang emas dan perak dalam membuat karya mereka di atas kain beludru atau linen. Kain bersulam dari Inggris ini sangat banyak peminatnya sampai pertengahan Abad 14, dan sering digunakan untuk pertukaran hadiah di antara para petinggi negara.
Di masa kini, sepertinya sudah nggak banyak orang yang tertarik untuk mempelajari seni sulam ini ya? Kita selalu membayangkan seorang nenek setiap kali kita mendengar kata “sulam”, padahal seni sulam ini bisa diterapkan di masa sekarang juga sebagai seni kontemporer.
Sulam pemandangan karya Ana Teresa Barboza (sumber: textileartcenter.com)
Seperti yang dilakukan oleh Ana Teresa Barboza, yang suka menyulam pemandangan. Lihatlah gambar di atas, air laut dan padang rumputnya seakan-akan ke luar dari piguranya. Karya Ana ini jauh dari kesan “tua”, bukan?
Beberapa karya Chara, seniman sulam dari Athena (sumber: boredpanda.com)
Lalu ada Chara, seorang seniman sulam dari Athena yang menghias sampul buku catatan dengan sulamannya. Sekilas, kita nggak akan menyangka bahwa gambar tersebut dalah dibuat dengan jarum dan benang. Chara membuat semua buku catatannya dengan kertas buatan Jepang, dan alasannya membuat karya semacam ini adalah karena dirinya sangat menyukai seni sulam dan selalu membawa buku catatan ke mana-mana. Chara menjual karyanya ini secara online di Etsy.
Beberapa karya seniman sulam asal Australia, Meredith Woolnough (sumber: boredpanda.com)
Kalau kedua pesulam kontemporer di atas membuat karyanya tanpa mesin jahit, lain halnya yang dilakukan oleh seorang pesulam dari Australia, Meredith Woolnough. Setelah membuat sulamannya dengan mesin jahit di atas selembar kain, Meredith lalu menempelkannya di atas sehelai kertas, sebuah tembok, atau di mana pun. Jangan membayangkan mesin jahit canggih, karena yang digunakan oleh Meredith hanya mesin jahit rumahan biasa…
Sulaman di atas kulit telur karya Forostyuk Inna (sumber: wikimedia.org)
Ketika orang lainnya menyulam di atas kain, Forostyuk Inna dari Ukraina menyulam di atas kulit telur! Entah bagaimana caranya, tapi keren banget ya!
Jadi, seni sulam sebenarnya nggak perlu dimonopoli oleh nenek-nenek, karena seni ini sebenarnya cukup menarik dipelajari juga oleh generasi muda seperti kita.