Perdebatan tentang moralitas itu sama “serunya” dan sama nggak ada abisnya kayak perdebatan tentang agama. Setiap orang punya caranya sendiri-sendiri ketika menilai sesuatu, dan belum tentu sesuatu yang dianggap porno oleh orang tertentu itu juga dianggap porno sama orang yang lain.
Kita cari tau dulu sejarahnya ya. Di jaman Paleolotikum, orang-orang udah melukis dan membuat patung erotis di dalam gua-gua tempat mereka tinggal. Orang-orang Yunani Kuno ngegambar adegan seks di atas keramik, juga di runtuhan gedung-gedung di Pompeii pun banyak lukisan erotis. Di Eropa, mulai jaman Renaisans, para bangsawan juga seneng seni-seni yang sifatnya erotis. Bukan cuma lukisan atau patung, tapi juga puisi. Tradisi ini lalu diteruskan oleh para pelukis yang lebih modern, seperti Fragonard, Courbet, Millet, Balthus, Picasso, Edgar Degas, Toulouse-Lautrec, Egon Schiele, yang kemudian dipenjara karena dianggap dengan nggak bermoral sebab lukisannya kebanyakan tentang perempuan telanjang. Ironis ya, semakin maju jaman malah pemikiran orang-orangnya makin sempit…
Terus, apakah seni erotis itu monopoli budaya barat yang kita anggap orang-orangnya punya pemikiran lebih bebas dibanding dengan kita – orang-orang dengan adat ketimuran? Nggak dong. Di Jepang, misalnya, ada seni lukis yang namanya “shunga” di Abad 13 dan terus berkembang sampe Abad 19 ketika fotografi ditemukan. Sementara di Cina, seni erotis ini udah mulai dikenal sejak jaman pemerintahan Dinasti Ming. Di India, ada yang namanya Kama Sutra dan relief-nya juga ada di Candi Borobudur.
Di jaman modern seperti sekarang, seni erotis udah lebih banyak macamnya. Tapi balik lagi ke pertanyaan tadi: seni erotis itu sama nggak sih dengan pornografi?
Beda! Terus di mana bedanya? Pornografi dibuat untuk membangkitkan gairah seksual, sementara seni dibuat semata-mata untuk tujuan keindahan. Kalau pun ada seni yang akhirnya membangkitkan gairah seks beberapa orang, itu bukan berarti lantas dianggap sebagai pornografi karena tujuan dibuatnya bukan untuk itu. Bukan untuk memprovokasi gairah seks penikmatnya. Udah jelas ya?
Nah, ada kasus yang cukup menarik nih. Tau majalah Playboy kan? Majalah khusus orang dewasa itu baru-baru ini menunjuk seorang kurator, Neville Wakefield, sebagai Project Director mereka. Playboy mulai ingin dianggap sebagai majalah tentang seni juga, rupanya. Untuk 2013 Playmate of the Year, ada 3 orang seniman yang terpilih untuk memamerkan karya seninya.
Salah satu dari mereka adalah Aaron Young. Saat kamu ngeliat lukisannya ini, kamu merasa lukisan ini porno nggak? Lukisan ini dibuat dengan membungkus tubuh seorang perempuan telanjang dari leher sampai kaki dan menekan tubuh perempuan itu di atas kanvas.
Jadi sebenernya, porno atau nggak itu tergantung cara pandang kita sih. Orang yang pikirannya porno ngeliat pisang atau semangka aja langsung asosiasinya ke hal-hal yang berhubungan dengan seks kan? Sementara ada juga orang yang ngeliat bra kerucut Madonna yang terkenal itu, misalnya, dengan kacamata seni dan nggak nganggep itu kostum yang porno. Atau contoh lebih sederhananya lagi misalnya kemben yang dipakai untuk kebaya. Ada yang menganggap kemben itu pornografi karena mereka terangsang saat ngeliat perempuan pake kemben, padahal itu kan memang bagian dari budaya Jawa, yang dibuat dan dipake bukan untuk tujuan merangsang siapapun…
Setuju?