Mungkin sang seniman sadar, menggunakan teknik lama bukan berarti melemahkan kualitas. semua hanya butuh latihan untuk menghasilkan karya yang baik. seperti halnya kopi, berawal dari pohon dan berbuah dalam waktu yang sama, namun yang membedakan rasanya bisa dari teknik pengolahannya. Begitu juga dengan melukis, tentu akan berbeda jika seseorang melukis dengan cat air, sedang yang lain melukis dengan tinta. Miki Saito coba menunjukkan teknik berbeda juga akan menghasilkan karya yang berbeda pula.
Dengan menggunakan proses yang disebut Suminagashi, ia membuat bentuk abstrak. Suminagashi adalah teknik tertua kertas marmer dan pertama kali dilakukan di Jepang dengan menggunakan air dan tinta kaligrafi. Setelah tinta kering, ia lanjut dengan akrilik, gouache, dan mineral untuk menambahkan detail yang cukup rumit untuk menggambarkan hewan yang tersembunyi atau samar dibalik tinta.
Miki Saito menghabiskan sebagian besar hidupnya di Amerika Serikat, Jepang, dan bepergian ke negara-negara lain. Pameran ini termasuk pameran solonya yang kedua kalinya selama 30 tahun.
Karena keturunan Jepang, ini yang menyebabkan Saito mengenal dengan tinta sumi. Ada satu kalimat yang ia ingat dari gurunya, yaitu “Really pay attention to how you influence the ink through subtle decisions. It’s so sensitive to the body and environment.”
Karya Saito seringkali dinilai memiliki kualitas Rorschach Test. Kamu melihat dan menganalisis suatu bentuk di dalam karya tersebut, hanya untuk menyadari bahwa karya itu benar-benar abstrak. Di sinilah letak esensi dari karya Saito, di sebuah dunia di antara yang abstrak dan nyata. Tujuan ia menggunakan tinta sumi ini sekaligus mengingatkan kita bahwa tak hanya menghasilkan karya, tapi juga berpesan melalui apa yang ditangkap oleh jiwa kita.