“Terlihat jelas dari lukisan-lukisanmu, bahwa kamu adalah anak sungai dan gunung, anak matahari dan bulan, anak tanaman dan rumput. Kamu menyambut hidup dari muara Sungai Musi – dan kini bahkan dari lembah Sungai Nil, orang-orang adalah saksi hidup dari karya-karyamu yang hidup.”
Demikianlah surat yang sangat puitis yang pernah dituliskan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 1976, Fuad Hassan, kepada Amri Yahya saat karyanya digelar di suatu pameran di Mesir.
Para pencinta motif batik, tentu sudah mengenal nama besar Amri Yahya. Tapi mungkin sebagian dari kita belum mengenal sosok almarhum yang membawa nama besar Indonesia dan budayanya di kancah dunia.
Siapakah Amri Yahya itu?
Amri Yahya adalah seorang pelukis batik yang sangat terkenal, dan karena kesetiaannya kepada budaya batik dan dunia seni, dirinya mendapatkan gelar doktor dan profesor honoris causa. Banyak orang yang menyebutnya sebagai perintis seni batik kontemporer. Amri juga seorang dosen mata kuliah seni, bukan hanya di Yogyakarta, tapi juga Oklahoma State University.
Amri memilih menjadi seorang pelukis batik bukan karena ingin terlihat berbeda, tapi karena dirinya memang sangat mencintai batik. Dan ketika beberapa tahun yang lalu Malaysia sempat berusaha ingin mematenkan batik sebagai karya bangsa mereka, Amri sangat sedih. Meskipun begitu, ia mengaku bahwa kejadian tersebut merupakan salah bangsa Indonesia sendiri, karena kurang menghargai apa yang disebut hak paten. Dan selain itu, menurut Amri bangsa Indonesia masih banyak yang belum menganggap batik sebagai karya seni. Impian Amri Yahya menjadi kenyataan sebelum beliau meninggal di tahun 2004: Batik diakui oleh PBB sebagai peninggalan budaya Indonesia, dan batik sudah semakin merakyat saat ini.
Salah satu lukisan batik kontemporer karya Amri Yahya (sumber: imodern.com)
Ketika muda dulu, sebenarnya Amri ingin menjadi seorang penyair, tapi urung karena dia cukup realistis, bahwa jarang ada penyair yang hidup layak. Lalu dirinya ingin menjadi tentara, sayangnya ditentang oleh orangtuanya. Lalu ia memutuskan untuk menjadi pelukis karena baginya pekerjaan menjadi seorang seniman jauh dari hal-hal yang berhubungan dengan korupsi.
Amri Yahya mulai tertarik untuk menjadi pelukis batik karena Yogyakarta, di mana dirinya menjalani masa kuliah di ASRI, atau yang kini disebut ISI. Eksperimennya dengan batik disebutnya dengan teknik “hitam dan putih”, yang kemudian mendapat kesempatan utuk dipamerkan di Nong Gallery di San Francisco pada tahun 1974. Untuk menaikkan gengsi batik Indonesia, Amri saat itu menjual karyanya seharga Rp 5 juta, dan… laris!
Amri memang kemudian menjadi pelukis yang kaya raya. Putra asli Palembang ini juga kemudian mengembangkan usahanya dengan menjadi pengusaha batik. Kebanyakan lukisan batiknya berukuran besar, tapi ada juga yang dibuatnya untuk digunakan sebagai bahan untuk membuat pakaian – tentunya dengan harga yang sangat mahal. Ia juga sempat mendirikan Museum Amri Yahya yang berisi koleksi dari banyak karya-karyanya. Sedihnya, museum ini sempat hancur karena kebakaran besar di tahun 2004, dan konon ini juga yang menjadi salah satu penyebab kesehatan Amri memburuk saat itu. Di tahun 2009, Amri Art Gallery kembali didirikan oleh keluarganya untuk mengenang jasa-jasa almarhum sekaligus menjadi tempat berkesenian untuk masyarakat umum.
Yang menarik dari Amri Yahya, setiap kali dirinya mendapat undangan ceramah atau pameran, dia selalu membawa kompor kecil, canting, lilin, dan peralatan membatik lainnya. Di sela-sela pameran dan ceramah yang dihadirinya, tak jarang dirinya mendemonstrasikan keahliannya dalam membatik.
Salah satu lukisan batik karya Amri Yahya (sumber: imodern.com)
Sebagai seorang pelukis batik kontemporer, Amri Yahya tentunya nggak hanya menggunakan peralatan membatik tradisional. Dirinya juga melukis dengan menggunakan akrilik, akuarel, dan cat minyak. Kebanyakan tema lukisannya adalah tentang Lebak Lubung – sebuah hamparan sawah di pesisir timur Sumatera Selatan yang indah.
Mengapa Lebak Lubung? Karena bagi Amri, Lebak Lubung adalah bagian dari masa kecilnya yang indah, dan menurutnya tempat itu adalah potret sebagaian besar rakyat Indonesia yang agraris.
Amri Yahya Art Gallery (sumber: konsepsi.wordpress.com)
Salah seorang pelukis maestro kita, Affandi, adalah salah satu pengagum Amri Yahya. Banyak pelukis Indonesia, baik yang sudah terkenal atau pemula, meniru gaya Amri. Amri Yahya masih punya mimpi yang lain, bahwa pada suatu hari nanti setiap provinsi di Indonesia mempunya galeri seni yang layak. Semoga mimpi besar Amri bisa diteruskan oleh orang lain ya?
Sangat mengagumkan, betapa seorang bocah sederhana yang masa kecilnya dihabiskan di pematang sawah di Palembang, berhasil menembus dunia dengan karyanya. Di saat banyak orang masih memandang sebelah mata akan sebuah budaya, Amri tetap berjuang sepenuh hati untuk mengabadikannya. Itu semua karena cintanya kepada budaya Indonesia, selain kegigihannya tentu saja.
Apa yang sudah kamu perbuat untuk melestarikan warisan budaya bangsamu?