Sekali melihat karya Citra Marina, kamu pasti tahu kalau ia adalah penggemar berat Wes Anderson dan hewan eksotis maupun anjing. Karya-karya Citra memang banyak menggambarkan karakter yang ada di film-film Wes Anderson (dan film-film lain juga tentunya!). Tapi, sebenarnya sumber inspirasi Citra bukan bukan hanya dari film saja, karena buku-buku yang ia baca juga banyak memengaruhi hasil karyanya. Yuk, kita lihat bareng-bareng apa saja sih buku favorit ilustrator yang satu ini?
New York In Store (Valerie Weill & Philippe Chancel)
Isi buku ini sederhana: hanya foto interior beragam toko di New York City, mulai dari butik Prada sampai restaurant hidangan kosher. Tidak ada narasi apapun selain foto business card setiap toko. Foto-foto ini mengingatkan saya pada set film yang kaya dengan warna, bentuk, dan tekstur. Buku ini juga merupakan bukti bahwa kita bisa menemukan keindahan bahkan di tempat yang paling membosankan sekalipun.
Kumpulan Dongeng Binatang 1-2 / Collected Animal Stories (Anne Marie Dalmais)
Seri buku ini merupakan bagian penting dari kenangan masa kecil saya dan juga hal yang membuat saya pertama kali teratarik pada dunia ilustrasi. Sebagai anak kecil yang sangat menyukai hewan, saya terkagum-kagum melihat aneka jenis satwa yang ada buku ini. Bentuk, postur, ekspresi setiap hewan juga membantu bercerita tentang karakter-karakter ini.
Vivian Maier : Street Photographer (John Maloof)
Kisah Vivian Maier merupakan kisah sedih mengenai popularitas yang datang terlambat dan hidup dalam anonimitas. Saya pikir hal ini pun menyusup ke dalam foto karyanya: orang-orang di jalan tersebut akan selalu menjadi orang tidak dikenal.
Di masa yang akan datang, orang-orang akan terus mengamati foto-foto ini tanpa pernah mengenal siapa obyeknya. Suatu hari yang cerah di kota Chicago pertengahan tahun 1950an, orang-orang ini berpapasan di jalan dengan seorang babysitter dengan kamera, ia mengambil foto mereka, mereka terus berjalan sesuai tujuan masing-masing, melanjutkan kehidupan mereka. For that brief instance when her Rolleiflex shutter snapped, we were allowed an opportunity to see through strangers and find something recognisable within staring back at us.
Bob Dylan Revisited: 13 Graphic Interpretations of Bob Dylan’s Songs
Bob Dylan memiliki reputasi elusif, selalu menghindari pertanyaan tentang makna atau konteks di balik lirik lagunya yang sarat kiasan dan teka-teki. Di dalam buku ini, para illustrator menciptakan interpreasi mereka sendiri tentang lagu Dylan dalam bentuk novel grafis. Beberapa illustrator menarik kesamaan antara cerita dalam lagu dengan kejadian bersejarah dalam era di mana lagu tersebut ditulis. Ilustrator lainnya menunjukkan bahwa lirik lagu Dylan begitu relevan dengan kehidupan sehari-hari semua orang. Saya sangat suka cara masing-masing ilustrator menggabungkan gaya dan pengalaman milik mereka dengan milik Dylan, untuk menciptakan sesuatu yang kemudian menjadi milik kedua pihak yang ada di dalamnya.
The Making of Fantastic Mr Fox (Wes Anderson)
Wes Anderson adalah pengaruh artistik terbesar dalam ilustrasi saya. Beyond his idiosyncratic aesthetics, I think what’s most inspiring about the auteur is how his body of work become more and more ‘himself’ with every new film released.
Melalui buku ini, kita bisa mengintip proses pembuatan film animasi stop-motion yang diadaptasi dari buku Roald Dahl ini. Saya kagum melihat proses evolusi dari mulai ilustrasi Donald Chaffin pada edisi awal buku tersebut, sketsa awal desain karakter yang dibuat oleh Wes Anderson sendiri, concept art oleh tim animator, sampai menjadi mechanical puppet yang menjadi pemeran utama dalam film ini.
Pax (Sara Pennypacker & Jon Klassen)
Saya membaca buku ini sampai selesai hanya dalam waktu beberapa jam – ceritanya begitu menarik dari awal hingga sulit untuk berhenti membaca. Saya suka bagaimana kisah ini diceritakan dari dua sudut pandang: seorang anak dan seekor musang peliharannya.
The illustration created by Jon Klassen also truly conveys the poignancy and innocence of this coming-of-age story.
Hopper (Rolf G. Renner)
Saya mengenal karya Edward Hopper secara tidak sengaja di SMA, saat saya melihat sebuah buku kumpulan puisi di perpustakaan sekolah dengan lukisan ‘Automat’ di sampul depannya. His work has that breath-taking quality in its simplicity and vividness, capturing the mood of eerie disquiet and urban loneliness. Buku ini merupakan koleksi lengkap karya Hopper.
A Supposedly Fun Thing I’ll Never Do Again (David Foster Wallace)
Kumpulan esai dan artikel karya penulis kesukaan saya, David Foster Wallace. Buku inipun karya nonfiksi yang paling sering saya baca ulang. Novel dan cerita pendek Wallace dikenal rumit dan menantang, sarat eksprimen dan akrobat verbal. Terasa kontras dengan karya essaynya, terutama journal tentang tugas meliput berbagai event. These essays give us a glimpse of the other side of the English professor: hilarious, self-deprecating, tender, and heartbreakingly real.
Favorite saya di buku ini adalah esai berjudul “Getting Away from Already Being Pretty Much Away from It All” – tentang pengalamannya mengunjungi pekan raya untuk makan junk food dan merenungkan nasib kemanusiaan.
Wild (Emily Hughes)
Selain Pax, buku ini merupakan contoh lain buku cerita anak dengan tema yang dalam dan cukup rumit namun disampaikan dengan begitu sederhana. Saya juga sangat menyukai gaya ilustrasi Hughes yang terasa begitu lugu dan spontan.
The Book of the Dog: Dogs in Art (Angus Hyland & Kendra Wilson)
Kumpulan karya seni yang menggambarkan anjing dari segala era. Dua hal yang sangat saya sukai dalam 1 buku. Dogs are not only men’s best friend, they’re also artist’s best muse.
Featured image: @marinaesque