[ DB Coffee and Eatery, 15 April 2017 ]
Guitaristic
“Jangan cari arti ‘Guitaristic’ di kamus, ini karang-karangan saya aja,” seloroh Dwi Cahya Yuniman alias Oom Niman, pendiri dan penggerak Klab Jazz. Klab Jazz adalah komunitas pencinta jazz di Bandung yang sudah bergerak konsisten tiga belas tahun lamanya. Berangkat dari kumpul-kumpul dan diskusi seputar jazz di Tobucil (sebuah toko berbasis komunitas di Bandung), Klab Jazz mulai mengembara dari satu tempat ke tempat lain membangun panggung, membuka ruang jamming.
Guitaristic adalah salah satu panggung jamming yang diadakan Klab Jazz dan DB Coffee and Eatery. Suasananya intim, apa adanya, dan bersahaja; mengingatkan saya pada Seb’s milik Sebastian dalam “La la Land”. Pada hari itu tampil Hardi Suryana, Mohammad Attar, Opik Bape, dan Syarif Maulana. Tuwuh Sawoprasojo lalu ikut bergabung mengisi bas. Menyusul Luqmanul Hakim yang masih SLTP, putera fotografer Klab Jazz, memainkan melodi dalam lagu “Fly Me to the Moon”. Acara hari itu ditutup dengan “La Fiesta” dari Chick Corea yang dibawakan secara gotong royong oleh semua penampil. Tawa, keakraban, celetukan lepas, dan adegan naik-turun panggung yang suka-suka mewarnai sepanjang acara.
DB Coffee and Eatery sendiri adalah sebuah kedai kopi mungil di Jln. Boscha no.12, Bandung. Tempat ini adalah milik Keke Kananta yang sempat bermain gitar di band jazz Sekapur Sirih. DB bernuansa hangat dan tulus. Tetap manis meski jauh dari make up dan segala pencitraan. Ia berbagi ruang dengan Klab Jazz Store yang dikelola oleh Oom Niman sendiri.
Guitaristic menjadi wacana dulu sebelum akhirnya Oom Niman dan Keke memutuskan untuk mengayuh keberlangsungannya. “Sengaja waktu yang dipilih untuk acara ini adalah Sabtu jam tiga sore,” kata Oom Niman. Mereka yang bekerja di kantor umumnya libur di hari Sabtu. Sementara mereka yang biasa ngejob main musik setiap akhir pekan, baru mulai bekerja setelah pukul lima sore. Guitaristic akan dibuka sebagai wadah bersenang-senang dan berimprovisasi, melepaskan diri sejenak dari segala kepenatan yang mengikat.
“Suatu saat nanti kita bisa bilang kitalah orang-orang yang hadir di event Guitaristic pertama. Seperti Dea dulu juga hadir di Sunday Jazz pertama di Potluck, ya, Dea?” sapa Oom Niman sambil melihat ke arah saya yang duduk di antara penonton.
Saya baru sadar. Iya, ya. Saya hadir di awal-awal berdirinya Klab Jazz, lalu hilang. Saya juga hadir di Sunday Jazz pertama, lalu hilang lagi. Sekarang saya hadir kembali pada event Guitaristic yang pertama, lalu hil … belum tahu sih. Oom Niman pun masih belum bisa memastikan apakah Guitaristic akan hadir setiap Sabtu sore ke depannya.
Saya lalu mengenang Sunday Jazz. Acara itu diadakan pertama kali di Potluck Kitchen sekitar 7 tahun yang lalu. Di edisi perdananya itu tampil pianis Bayu yang kini kabarnya bekerja di sebuah bank, berduet dengan Tesla Manaf, gitaris jazz yang kini sudah melanglang buana ke mana-mana. Di awal karirnya, beberapa biduan terkenal pun sempat mampir ke panggung Sunday Jazz. Sebut saja Tulus, Danilla Riyadi, dan Grace Sahertian.
Saya juga baru menyadari betapa dinamisnya pergantian aktivis, pemain, dan simpatisan Klab Jazz. Kecuali Oom Niman, orang-orang yang saya temui pada setiap episode Klab Jazz berbeda-beda. Komunitas ini selalu sederhana dan tak banyak meminta, membiarkan siapapun datang dan tak pernah menahan siapapun pergi. Uniknya, justru sikap inilah yang membuat Klab Jazz terus berjalan dan mampu memelihara hal-hal yang lovable dari dirinya. “Kita sih mewadahi aja. Kalau lagi males juga ada-ada aja yang dateng, ngajak bikin ini, ngajak bikin itu. Saya sih hayu aja,” kata Oom Niman yang berzodiak Gemini.
Jika kebetulan sedang di Bandung, boleh lho ngopi cantik di DB Coffee and Eatery. Kedai ini buka setiap hari kecuali Selasa. Jangan lupa mampir juga ke Klab Jazz Store di lantai dua untuk melihat CD, pernak-pernik, dan berbagai buku-buku jazz. Jika beruntung, mungkin teman-teman bisa ikut menyaksikan jamming-jamming seru musisi jazz Bandung dan ikut dipeluk dalam keakraban komunikasinya.
Saya akan menutup artikel ini dengan cuplikan lirik lagu “City of Stars” yang dinyanyikan Sebastian dalam La la Land:
City of stars
There’s so much that I can’t see
Who knows?
Is this the start of something wonderful and new?
Artikel ditulis oleh: Sundea Salamatahari