Beberapa saat yang lalu, media massa ramai memberitakan tentang penghasilan pengemis di Jakarta yang angkanya sempat membuat iri banyak pekerja kantoran. Memang kadang kita sulit membedakan, mana yang benar-benar pengemis atau gelandangan, dan mana yang cuma berpura-pura.
Pengemis dan gelandangan bukan hanya ada di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tapi juga mereka ada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat – termasuk di kota Boston.
Ada sepasang seniman, Kenji Nakayama dan Christopher Hope yang membuat sebuah proyek yang diberi nama “Signs for the Homeless”. Mereka membuatkan papan yang cantik untuk para gelandangan di sana agar lebih menarik perhatian orang yang melihatnya. Kedua orang yang berhati mulia ini berpikir bahwa orang-orang ini perlu dibantu, dan siapa pun bisa saja pada suatu hari menjadi gelandangan. Beberapa dari gelandangan itu, tadinya adalah orang yang mempunyai rumah dan punya pekerjaan yang baik, sebenarnya.
Papan untuk para gelandangan ini dibuat bukan hanya untuk membantu para gelandangan itu tapi juga untuk menyadarkan kita untuk lebih bersyukur atas tempat tinggal yang kita huni saat ini. Orang bisa bangkrut secara ekonomi dan menjadi gelandangan, tapi sebenarnya apapun di dunia ini bisa menjadi “bangkrut” dan hilang dari hadapan mata, baik itu karir, keluarga, masa kecil, atau bahkan beberapa kita sebenarnya secara emosi sudah lama bangkrut dan habis-habisan.
Bukan hanya membuatkan papan yang lebih bagus, tapi Kenji dan Christopher juga “membeli” papan mereka yang dibuat asal-asalan, juga membantu mencarikan para gelandangan itu tempat tinggal dan pekerjaan.
Ada seorang perempuan muda berkulit hitam yang sempat diwawancarai oleh kedua seniman itu dan mengatakan bahwa dia menjadi gelandangan karena dia keluar dari rumah kakak perempuannya yang sangat kasar. Jalanan, ironisnya, malah menjadi “rumah” yang lebih hangat dan ramah, meskipun dia tidak menyukai gaya hidupnya yang sekarang.
Ada juga pria setengah baya yang menjadi gelandangan. Sebenarnya pria ini datang dari kelas menengah yang sangat relijius. Lalu kemudian dia ditangkap oleh polisi, padahal tidak pernah melakukan tindak kejahatan apapun. Setelah dibebaskan, dia tidak lagi dapat mencari tempat tinggal dan pekerjaan karena rekor “kejahatannya”. Orang tidak mau tahu, apakah dia benar atau salah dan itu menghantuinya seumur hidup. Pada musim dingin, dia berkelana dari satu rumah ke rumah lainnya, milik keluarga dan teman-temannya untuk berlindung dari hawa yang menusuk tulang.
Tidak banyak orang yang mempunyai hati semulia Kenji dan Christopher, yang murni berkarya semata-mata karena belas kasihan. Tapi masalahnya, masih banyak pemalas yang juga “bekerja” sebagai pengemis di Indonesia. Kalau saja mereka semua benar-benar pengemis, tentunya di Jakarta pun orang tidak akan segan-segan menolong mereka, bukan?
Selain itu, sudahkah kita bersyukur atas apa yang kita miliki hari ini?
Website: http://homelesssigns.tumblr.com/