Hari Sabtu, 30 November 2013 kemarin ada keseruan kecil di Toodz House. Siang itu, cafe bernuansa rumahan ini dipenuhi oleh tim dari World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dan orang-orang kreatif yang dateng untuk mendengarkan obrolan seru tentang kertas ramah lingkungan.
Seperti yang udah pernah Kopling kasih tau sebelumnya di sini, acara bertajuk What Wood You Choose ini memang mengusung tema kertas ramah lingkungan, yaitu kertas yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC). Dengan memiliki sertifikat dari FSC, berarti perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi kertas dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Artinya, nggak melalui penebangan ilegal dan nggak merusak habitat hewan-hewan atau rumah warga yang ada di sekeliling hutan tersebut. Bagus banget kan?
Menurut Dita Ramadhani, perwakilan dari WWF Indonesia, ada banyak banget produk kayu yang kita pakai setiap hari, mulai dari kertas, tisu, pensil, kursi, meja, dan lainnya yang kurang kita hargai. Banyak dari kita yang nggak peduli dari mana produk kayu tersebut berasal, padahal bisa aja produksi produk kayu tersebut mengakibatkan ekstraksi hutan besar-besaran, deforestasi, kebakaran hutan, hancurnya tempat tinggal masyarakat lokal, spesies mati, dan lainnya. Di sinilah Dita mengajak kita untuk peduli, karena hal tersebut terjadi akibat adanya permintaan, yaitu dari kita sebagai pembeli.
WWF melakukan inisiatif bernama Global Trade and Forest Network (GTFN) untuk mengajak perusahaan mengambil sertifikasi FSC supaya mereka mengelola bisnisnya dengan baik. Programnya udah ada di lebih dari 33 negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri udah ada sekitar 300 perusahaan yang mempunyai sertifikasi FSC, seperti Kleenex, Kimberly Clark, Tessa, dan Softex.
Produk kayu yang bersertifikat FSC ini nggak ada bedanya sama produk lain, cuma dia memiliki cap FSC di bagian kemasan. Produknya sendiri juga dijual di tempat-tempat umum, jadi kamu bisa dapetin dengan mudah. Buat kamu yang sering banget berurusan dengan kertas dan percetakan, kamu juga bisa meminta untuk mencetak menggunakan kertas bersertifikat FSC di beberapa toko kertas, seperti Surya Fancy. Kalo pengen ngecek kebenaran produk yang kamu beli apakah benar mempunyai sertifikat FSC, kamu bisa langsung isi formnya di sini.
Mungkin kamu pernah melihat logo FSC ini di beberapa produk yang dijual di toko dan menyadari kalo produk tersebut adalah produk impor. Nah, tahukah kamu, kalo sebenarnya produk impor itu adalah produk lokal? Jadi, kata Dita, karena kurangnya permintaan akan produk kayu bersertifikat FSC di Indonesia, perusahaan-perusahaan itu memilih untuk mengekspor produknya ke luar negeri. Lalu, oleh perusahaan luar, produk-produk tersebut diimpor kembali ke Indonesia. Permasalahan klasik yang terjadi untuk banyak produk di Indonesia, termasuk kopi, bukan?
Setelah obrolan seru dengan Dita, acara dilanjutkan dengan obrolan bersama One Zhan dan Ika Vantiani, dua orang seniman yang memakai bahan-bahan bekas untuk berkarya. One Zhan mengaku bahwa apa yang dia lakukan memang belum besar, tapi ia suka melakukan hal-hal kecil dalam mendaur ulang, misalnya daripada membeli barang-barang baru lebih baik memakai benda-benda yang ada. Salah satu contoh benda yang dipakai oleh One Zhan dalam berkarya adalah kayu bekas bongkaran rumah.
Kalau One Zhan membuat karya di atas kayu limbah, lain lagi dengan Ika Vantiani. Seniman kolase ini suka membuat karya dari kertas-kertas bekas. Di tahun 2009, Vantiani pernah mengunjungi sebuah warung dan mengumpulkan sampah-sampah kemasan dari warung tersebut untuk dibuat kolase. Ia juga seringkali meminta teman-temannya yang sedang bepergian ke luar negeri untuk membawakan kertas, namun bukan dengan cara membeli. Ika mengaku apa yang ia lakukan ini terinspirasi dari sebuah gerakan serupa di luar negeri.
Usai obrolan bersama WWF Indonesia, One Zhan, dan Ika Vantiani, acara dilanjutkan dengan menggambar bareng. Karya-karya yang masuk ini akan dipamerkan bersama dengan karya-karya lain di Forest Festival bulan Januari 2014. Kopling nggak sabar pengen liat seperti apa pamerannya!
Semoga apa yang WWF sampaikan bisa berguna buat teman-teman semua, karena seperti halnya berbagai aspek lain di kehidupan kita, ada baiknya kita mencari tau tentang sesuatu lebih dulu sebelum bertindak. Kebiasaan orang Indonesia yang bergerak cepat begitu mendengar sebuah berita itu bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi bagus karena berarti ada tindakan cepat, tapi di satu sisi bisa menjerumuskan kalo kita nggak tau apa yang sebenarnya kita perjuangkan. Seandainya ternyata kita memperjuangkan hal yang salah, tindakan kita jadi sia-sia kan?
Jadi, budayakan mencari informasi sebanyak-banyaknya sebelum bertindak. Yuk ah!