Kebanyakan orang kepengen membeli barang dengan harga murah, tapi eksklusif, apalagi perempuan. Beberapa perempuan paling nggak suka bajunya disama-samain sama temannya secara nggak sengaja, apalagi kalau bertemu di sebuah acara penting atau di pesta. Tapi, tentunya sesuatu yang eksklusif itu sudah sepantasnya harganya lebih mahal ketimbang yang dibuat dalam jumlah banyak. Dan barang yang dibuat dengan tangan alias handmade sudah pasti memerlukan waktu yang lebih lama dan ketelitian yang lebih mendalam.
Di Indonesia memang banyak kerajinan tangan, dan kadang kita suka mengeluh, “Barang begini aja kok harganya mahal banget sih?” Kita lupa bahwa benda itu dibuat dengan tenaga manusia, bukan tenaga mesin. Wajar kalau harganya jadi lebih mahal. Sebagai contoh, batik pabrikan tentu harganya jauh lebih murah dibanding batik tulis. Dan itu sangat wajar.
Atau, topi yang ada di atas ini, misalnya. Topi ini dijual dengan harga $150, meskipun modalnya hanya sekitar $40. Mahal ya? Memang, karena selain yang membuat adalah orang yang tinggal di negara maju yang otomatis pendapatan per kapitanya lebih tinggi dari orang-orang di negara maju seperti Indonesia, topi ini dibuat dari ribuan rajutan. Pembuatnya memilih sendiri desain dan warnanya, dan dia membutuhkan waktu sekitar 18-20 jam untuk membuat satu topi saja. Benda ini adalah benda seni karya tangan seseorang, dan saat mengerjakannya mungkin tangannya jadi terluka. Dalam satu minggu, dia hanya mampu membuat dua buah topi. Kalau kedua topi yang dia buat terjual, pendapatannya hanya $300 saja. Cukup? Untuk tinggal di Jakarta saja, pendapatan dengan angka seperti itu masih kurang, apalagi bagi mereka yang tinggal di Amerika Serikat…
Tapi, mengapa beberapa orang masih melakukannya? Karena mereka mencintai pekerjaan mereka, meskipun nggak ada yang membeli. Bodoh mungkin, memang. Tapi idealisme setiap orang kan memang berbeda-beda. Dan kita sebagai orang-orang yang tinggal membeli dan memakai karya mereka seharusnya juga mempunya pengertian. Karya seni yang dibuat dengan tangan manusia memang harganya sangat tinggi, tapi tidak mahal – karena memang itu harga yang sangat pantas.
Itu di Amerika Serikat yang tergolong negara maju. Bagaimana dengan negara berkembang yang pendapatan penduduknya lebih rendah ketimbang Indonesia, seperti India, misalnya?
Ada sebuah desa di sana yang para penduduknya mencari sesuap nasi dengan cara membuat karpet. Para wanitanya bertugas memisahkan benang wol, karena dianggap lebih sabar. Sementara para laki-laki di desa itu bertugas menjual dan melakukan pekerjaan yang berat dalam pembuatan karpet. Mereka tidak melakukan hal ini karena hobi, tapi inilah satu-satunya mata pencaharian mereka. Harga karpet India buatan tangan memang relatif mahal, tapi memang itu harga yang pantas untuk sebuah karya seni yang dibuat dengan tangan manusia. Untuk satu karpet, mereka membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengerjakannya. Bayangkan.
Kita cenderung untuk membeli barang yang nyaman dengan dompet kita, tapi kita juga mau yang desainnya kita sukai. Sayangnya, ketika diberi pilihan barang berkualitas baik dengan desain menarik, kita kurang menghargai. Jadi, marilah kita belajar untuk menghargai karya tangan manusia. Di Indonesia, selain batik kita mengenal juga kain tenun dari berbagai daerah. Jangan bilang produk-produk itu mahal, karena memang itu adalah harga yang pantas didapatkan oleh para pembuatnya atas jerih payah mereka.
Sumber gambar: Somer Sherwood dan sumber lainnya