Kemiskinan Itu Bukan Alasan

Pernah nggak kamu memikirkan, bagaimana perasaannya orang yang sangat berbakat, ingin berkarya, tapi nggak punya kemampuan untuk itu karena keterbatasan keuangan? Pasti sedih banget ya rasanya. Sebagian kita mungkin akan jadi berputus asa, tapi Benon Lutaaya nggak begitu.

Benon-Lutaaya

 

Benon Lutaaya adalah seorang seniman asal Uganda yang sebenarnya sangat berbakat dalam seni lukis, tapi karena nggak mampu untuk membeli cat, dia lalu membuat kolase dari kertas. Dan kertasnya dia pungut dari jalan-jalan di Kampala dengan bantuan anak-anak tuna wisa yang adalah teman-temannya.

Seniman kelahiran tahun 1985 ini dibesarkan oleh neneknya di lingkungan yang tenang namun kumuh. Nggak ada galeri di tempat dirinya tinggal nggak ada seniman profesional, apalagi museum.

Dirinya cukup beruntung karena pernah mengenyam pendidikan seni semasa SMA. Dia juga lalu banyak membaca buku-buku tentang seni lukis dan sejarah seni untuk belajar dari situ. Semakin banyak dirinya membaca, semakin dirinya sadar bahwa dia dapat mengeluarkan dirinya dari keadaan yang lumayan sulit itu.

benon

11-circle-fantasy

Selepas SMA, di tengah sulitnya keadaan, dia mendaftarkan diri untuk melanjutkan kuliah di Kyambogo University di Kampala dan diterima. Nggak cuma itu, dirinya mendapat beasiswa. Ini bukan perkara sederhana, karena sebenarnya kebanyakan beasiswa hanya diberikan untuk mereka yang ingin belajar sains, dan untuk mendapatkannya pun bukan hal yang mudah. Lutaaya harus bersaing dengan ratusan ribu calon mahasiswa lainnya.

Lutaaya kemudian banyak melakukan pembuktian diri dengan cara mengikuti banyak kompetisi. Dia menjadi salah satu dari 4 finalis kompetisi dokumenter BBC World Service MyWorld di tahun 2010, dan dua tahun kemudian dia menjadi pemenang dari Lovell Gallery di Cape Town. Bukan hanya itu, dia juga menjadi salah satu seniman tamu yang berpartisipasi dalam seminar seniman internasional Thupelo di Johannesburg, dan menerima dana dari Ithuba Fund grant. Puncaknya adalah ketika Lutaaya menjadi seniman internasional tetap di Bag Factory, sebuah penghargaan yang memungkinkannya untuk keluar dari Uganda yang membosankan itu.

Setelah lulus kuliah, Lutaaya menolak ketika ditawari untuk bekerja sebagai dosen, karena cita-citanya adalah menjadi seorang seniman, bukan pengajar. Nggak salah juga sih, kalau dirinya nggak merasa terpanggil kan nggak bisa dipaksa juga, bukan? Bagi Lutaaya, seni memberinya kepuasan, karenanya dia selalu berada dalam studionya.

Meskipun Lutaaya mencintai negaranya, dia cukup realistis. Orang Uganda, menurutnya, belum dapat menghargai seni, karenanya dirinya memilih untuk menjadi seniman internasional. Ketika Big Factory membuka lowongan untuk seniman tetap selama 3 bulan, Lutaaya mengajukan diri. Kolaborasinya dengan anak-anak jalanan di Uganda, diteruskannya di Afrika Selatan.

Di awal tahun 2012, Lutaaya menjadi bagian dari Antsey’s Kids Project – sebuah kolaborasi antara para seniman profesional berdarah Afrika dengan anak-anak kecil. Salah satunya adalah Felicia Makoba, seorang anak perempuan berusia 12 tahun, dan mereka membuat karya bersama yang terjual seharga R15000. Hasil penjualannya semuanya diberikan kepada Makoba.

benonnLutaaya bukan seniman yang peduli pada konsep melukis. Dia merasa paling bahagia ketika dalam bermain dengan kanvasnya, bereksperimen, tanpa peduli bagaimana hasil akhirnya. Karya-karyanya sangat penuh warna dan berada di antara gaya abstrak dan realisme – tanpa mengabaikan nilai estetika. Ada nada kemarahan dan kekejaman perang yang tergambar. Maklum, Lutaaya berasal dari lingkungan sosial yang rawan konflik. Dirinya mengatakan bahwa karyanya menggambarkan kebenaran, bukan hanya sekadar apa yang dilihat oleh matanya. Dan kebenaran itu nggak selalu berarti kenyataan.

Sampai hari ini, Benon Lutaaya masih tinggal di Johannesburg dan bekerja sebagai seniman profesional. Dirinya sempat membuat pameran solo pada bulan Maret 2012 dan masuk ke majalah Wall Street Journal, juga Reuters.

Inspiratif sekali, memang. Bagaimana seorang anak yang tinggal di negara yang sangat terbelakang mau berjuang, mengalahkan kemiskinan, dan berhasil!

Website: benonlutaaya.com

Robusta vs Arabika

Saat sudah dipanggang, semua biji kopi kelihatannya sama saja. Tapi padahal banyak perbedaan mendasar di setiap jenis biji kopi, arabika dan robusta, misalnya. Biji kopi ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official