Pada bulan Maret tahun 2012, sedikitnya 90 pelajar Irak yang berpenampilan emo dilempari batu sampai mati oleh kaum ekstremis di Baghdad dan hal ini berlangsung selama 3 minggu. Mereka nggak peduli dan terus membunuh semua remaja yang berpakaian ketat dan berambut emo, karena menurut para pembunuh itu, para pelajar itu melakukan praktek satanisme. Polisi baru turun tangan kemudian, setelah banyak korban jatuh. Kepicikan dan kebencian hanya karena ada yang berbeda memang masih banyak terjadi di mana-mana, dan sedihnya mereka mengusung bendera agama…
Hal ini menggugah seorang seniman visual asal Irak, Adel Abidin, untuk membuat seni instalasi yang diberinya judul “Symphony” di Dubai. Abidin adalah salah satu dari banyak seniman dan pemilik galeri yang mendapat suaka politik di Dubai karena pergolakan di negara-negara yang sedang “panas”, seperti Mesir, Iran, Pakistan, Sudah, Siria, dan Tunisia.
Pameran yang diberi nama “Dubai’s 2013 Art Week” ini dikurasi oleh Basak Senova dan berlangsung dari tanggal 18 Maret – 18 April. Kalau kamu punya rencana untuk ke Dubai dalam waktu dekat, dan ingin berkunjung ke pameran itu, ini alamatnya:
Lawrie Shabibi
Alserkal Avenue, unit 21, Al Quoz
Dubai
United Arab Emirates
Abidin menggambarkan perjalanan para jiwa-jiwa itu menuju kematian, kehausan mereka akan kebebasan, dan harga yang sangat tragis yang harus dibayar atas nama kebebasan. Symphony ini dibuat berdasarkan tulisan karya Ibn Sina (Avicenna) tentang akibat dari diskriminasi yang terjadi di seluruh dunia.
Instalasi patung itu mempertontonkan 90 pintu kecil yang berwarna putih. Beberapa di antaranya tertutup, tapi ada juga yang terbuka. Ketika pengunjung pameran menarik pintu-pintu itu, patung-patung kecil berwarna dari para korban bermunculan. Seutas benang menghubungkan setiap mulut dari patung-patung itu dengan kaki seekor burung dara putih. Sekumpulan burung dara putih mengepakkan sayap mereka, ingin melarikan diri, tapi terjebak oleh beratnya badan para mayat itu. Keheningan kematian mereka dipecah oleh bunyi sayap yang terkepak, juga teriakan tangis.
Karya lain dari Abidin di instalasi itu diberi judul Al-Warqaa, yang juga menggambarkan tentang pembunuhan para pelajar-pelajar Irak itu. Al-Warqaa terbuat dari baja yang berbentuk burung dan digantung di langit-langit ruang pameran. Besarnya kurang lebih 4 kali besar tubuh manusia.
Saat ini Adel Abidin tinggal di Helsinki dan sudah membuat banyak pameran di seluruh dunia. Tonton deh video wawancara dengan Adel Abidin di bawah ini. Dia bercerita tentang kenapa dia memutuskan untuk menjadi seorang seniman.
Di luar pameran seni yang dramatis itu, minat para kolektor seni di Dubai sepertinya bertambah besar. Bukan hanya penduduk lokal, tapi para pembeli asing pun berdatangan ke Dubai untuk berbelanja. Bukan hanya itu, di Dubai sekarang banyak kafe budaya, diskusi tentang seni dan film. Orang-orang dari latar belakang yang berbeda belajar untuk membedakan antara arsitektur Yordania dan desain kontemporer. Yang mereka rasakan sulit saat ini adalah menjaga identitas budaya bangsa. Mereka tergolong negara yang masih muda tapi terlalu cepat terkenal globalisasi, dan mereka tidak ingin akhirnya budaya mereka hilang dan menjadi terlalu “Amerika”.
Bagaimana dengan kita? Banyak seniman kita yang juga kehilangan jati diri karena globalisasi ini, tapi sebenarnya, selama seni yang asli tidak mati, pengaruh luarpun sebenarnya malah akan memperkaya budaya kita.
Dan kalau memang di Dubai sekarang kehidupan berkesenian sangat maju, mungkin ada baiknya seniman-seniman kita mulai mengembangkan sayap ke sana agar karya-karyanya pun dikenal secara internasional.