Orang-orang yang sama sekali nggak bisa mengekspresikan dirinya dengan kata-kata itu dalam ilmu kejiwaan termasuk orang-orang yang “sakit” sebenarnya. “Penyakit” ini nggak cuma menyerang anak-anak, tapi juga orang dewasa. Salah satu cara menyembuhkannya yaitu dengan terapi seni, atau “art therapy”, yang dilakukan dengan bantuan seorang ahli terapi seni, atau bisa juga dilakukan sendiri.
Kalo kamu termasuk orang yang bener-bener nggak bisa mengekspresikan diri, ada baiknya kamu melakukan terapi ini untuk menghilangkan stres, menemukan dirimu sendiri dalam cara yang baru. Nggak cuma itu, terapi seni juga baik untuk menyembuhkan rasa sakit hati, kepanikan, dan kecemasan – bahkan trauma karena pelecehan seksual kanker, trauma, dan juga baik untuk penderita bipolar.
Intinya, terapi seni ini dapat membantu orang yang fungsi sosialnya lumpuh akibat kesehatan mental dan emosionalnya yang terganggu. Caranya? Bisa dengan menulis, atau juga dengan melukis.
Beberapa orang memilih cara terakhir untuk melakukan terapi seni. Salah satunya adalah Liz Kelder, yang ketika kecil mengalami pelecehan seksual dan pengalaman itu masih membekas sampai hari ini. Liz sudah melukis dari kecil, dan dalam setiap goresan kuasnya, Liz melukis lagi semua kenangan-kenangan buruknya.
Liz Kelder didiagnosa dengan gangguan kejiwaan yang disebut Post Traumatic Stress Disorder sekitar 3,5 tahun yang lalu, dan kemudian dia berobat melalui seni di Graylands. Sejak itu, katanya, seni jadi penyelamatnya. Bukan hanya menyelamatkannya, tapi juga suami dan keempat anak-anaknya yang sering kena dampak akibat jiwanya yang terganggu. Bakat Liz dalam melukis ternyata memang besar, terbukti dirinya udah pernah melakukan pameran tunggal dan lukisannya banyak yang dibeli orang.
Beda lagi dengan Cloves Cook. Cloves memang nggak pernah mengalami gangguan jiwa yang berarti, tapi dia juga melukis untuk terapi. Dalam satu waktu, dia bisa langsung membuat 5 lukisan sekaligus. Ibu dari 2 anak ini sudah punya lebih dari 100 lukisan, dan sebagian dari lukisannya dia jual, karena menurutnya “anak-anaknya” itu sudah berkembang dewasa, jadi memang harus pindah rumah.
Cloves udah suka melukis sejak anak-anak, tapi dilarang orangtuanya untuk jadi pelukis. Baru setelah dia nonton acara televisi yang berjudul “The Joy of Painting” di tahun 1988, dia jadi terinspirasi untuk mengunjungi masa kanak-kanaknya lagi.
Setiap lukisan karya Cloves Cook punya ceritanya masing-masing, tapi pelukisnya sendiri membiarkan para penikmatnya membuat asumsi dan interpretasi mereka masing-masing.
Menurut Lee Mecum, pemilik Art Pear Gallery, yang udah lama mengenal Cloves dan karya-karyanya, “Yang paling aku suka dari lukisan-lukisan Cloves adalah ketulusannya. Dia selalu membuat pernyataan dalam setiap lukisannya, dia mau membantu orang, dan dia memang punya jiwa yang mengayomi.” Cloves memang selain sebagai pelukis juga adalah seorang terapis seni yang banyak membantu orang-orang pengangguran, orang tua tunggal, orang yang mengalami krisis budaya, dan lain-lain. Kok bisa jadi terapis ya? Bisa dong, karena Cloves juga udah punya lisensi profesional dari Grand Canyon University.
Saat ini Cloves Cook lagi mempersiapkan sebuah e-book yang berisi contoh-contoh karyanya, cerita-cerita di balik lukisan-lukisan itu, juga pelajaran-pelajaran yang dia dapat dari setiap pengalamannya.
Mari berkesenian biar tetap sehat yuk!
Sumber gambar: wschronicle.com