Arie Widiantoro

Bagi Awewelek, kejujuran merupakan hal yang ingin ia komunikasikan ke orang-orang melalui karya-karyanya. “Saya ingin orang orang bisa paham dan bisa merasakan kejujuran karya yang saya buat. Setidaknya itu yang pengen saya sampaikan,” demikian ungkapnya.

Tapi namanya unik juga, ya? Rupanya Awewelek hanya merupakan nama panggilan, karena pemuda kelahiran Surabaya, 3 Juni 1992 ini bernama asli Arie Widiantoro. Awewelek ternyata berasal dari singkatan namanya, A dan W. Berhubung sudah ada restoran cepat saji yang bernama mirip, maka kemudian ditambahkan “welek” sesudahnya. Meski dalam bahasa Jawa welek berarti jelek, namun, secara bercanda, bagi Arie itu justru memperlambangkan dirinya yang rendah hati. Bahkan ia menarik sebuah filosofi dari nama panggilan uniknya ini, lihat karya saja, jangan wajahnya.

Arie, yang saat ini masih  berstatus sebagai mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual, mulai menyukai menggambar saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Bahkan ia sempat menjuarai lomba menggambar dan mewarnai sekotamadya. Lebih serunya lagi, saat masih seorang pelajar di sebuah SMK, ia bahkan sempat mempelajari dunia multimedia, sebelum akhirnya memilih untuk menekuni DKV.

Selain berkutat dengan tugas-tugas kuliah dan mempersiapkan tugas akhir perkuliahannya, ia juga menyambi sebagai seorang freelancer untuk ilustrasi dan desain.

IMG_20150514_144410

Untuk bersinggungan dengan dunia art, Arie memulainya di masa SMP, di mana ia pernah mengikuti ekskul kesenian. Nah, dari sanalah ia mulai mengeksplorasi ketertarikannya dengan dunia art. Ia pernah mencoba cat air, cat minyak, cukil kayu, kolase, bikin patung dari gips, dan berbagai medium seni lain. Lama-kelamaan ia mulai merasa nyaman, baik untuk manual atupun digital art.

Tuhan, keluarga, teman dan lingkungan sekitarnya adalah inspirasi Arie dalam berkarya. Tidak faktor visual art spesifik yang menarik dirinya untuk menekuni. Mengalir saja dari dalam diri sendiri, begitu akunya. “Pokoknya nyaman dan jujur dengan karya yang dibuat,” tegasnya.

Ia pun mengaku kalau aktivitasnya di dunia art mendapat dukungan penuh dari keluarga maupun teman-temannya.

Insiprasi bagi Arie datang dari banyak hal; bisa dari peristiwa yang dialaminya sendiri, teman-temannya, dari lagu yang didengar atau keadaan sekitar. Yang penting bagi Arie adalah kejujuran dan rasa nyaman saat menggambar.

Arie agak bingung jika ditanya tentang gaya atau style-nya, tapi menurutnya lebih condong kepada “fun, cartoon, skull, punk, grunge, fantasy, and explore.” Pemilihan warna pun cenderung pada monotone atau hitam, putih, gelap dan abu-abu. Teknik yang sering digunakannya adalah stippling, dan hatching. Untuk inspirasi, karya-karya dari Albrecht Durer, Salvador Dali, Hugo Silva, Travis Millard, John Dyer Baizley, Aaron Horkey, atau Kim Jung-gi sering menjadi acuannya.

IMG_20150508_171122

Berhubung saat SMP ia mengikuti ekskul kesenian, maka ia pernah pula memamerkan karya-karyanya saat ini di galeri seni sang guru pembimbing ekskul. Pernah juga melakukan pameran swadaya bersama teman-temannya. Akhir-akhir ini ia kerap ikut pameran di kampus ataupun komunitas. Bagi Arie pameran yang seru itu adalah yang bisa menambah link, teman, atau keluarga dan pastinya membuat dirinya senang serta bermanfaat untuk sekitarnya.

Selain memiliki hobi menggambar, Arie juga suka mendengarkan lagu dan mengobrol sampil meminum kopi saat sedang merasa jenuh. Menurutnya interaksi dan bercanda bareng teman itu merupakan aktifitas yang membuat senang dan menghilangkan stress. Karena pada dasarnya ia suka “nongkrong”, maka tentu kopi menjadi minuman wajib untuk menemani, apalagi kalau dilakukan malam hari. “Ya intinya klo “cangkruk” (nongkrong) gak ada kopi itu gak afdol, hehehe,” tutupnya.

 

Penulis: Haris Fadli Pasaribu

Memadukan Sains dengan Seni

Bisa jadi siapa kita dan apa yang kita lakukan hari ini ada hubungannya dengan masa kecil kita. John Sabray, seorang dosen dan seniman dari Ohio ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official