Saat ditemui Kopling, Dini baru saja sembuh dari penyakit infeksi usus yang dideritanya. Tapi, seniman yang satu ini tetap semangat ketika berbicara soal seni, terutama soal proses pengkaryaannya.
“Karena ada suasana meditatif di dalam setiap pengerjaan karya, terutama karya yang sifatnya personal,” kata Dini, yang saat ini sering bolak-balik Jakarta-Bali.
Mengaku bukan orang yang pandai berkomunikasi secara verbal, Dini menemukan kenyamanan saat ia mengkomunikasikan apa yang ada di dalam pikirannya melalui karya-karyanya. “Saya tidak secara khusus mencari inspirasi, inspirasi bisa datang dari mana saja. Karena itu, saya selalu mencatat atau menggambar ide-ide yang datang sebagai pengingat,” ujarnya ketika ditanya darimana sumber inspirasi karya-karyanya.
Sedikit berbeda dari seniman-seniman yang Kopling wawancara sebelumnya, Dini sering kali menyertakan sulaman di dalam karya-karyanya. Meskipun begitu, ia tidak pernah mengkategorikan style-nya dalam berkarya. Menurut Dini, berkarya adalah perjalanan pencarian bentuk yang tidak pernah selesai. “Tapi, objek saya biasanya manusia dan lingkungannya,” terang Dini.
Melalui karyanya, Dini ingin mengkomunikasikan keseharian, yang terkadang terlihat kecil an terlewatkan. Ia juga suka menggambarkan tentang kesendirian. Kalau kamu lihat karya Dini, terkadang ia suka menaruh objek manusia di dalam alam yang luas. Seorang diri.
Perempuan yang punya sejarah asam lambung ini mengaku tidak bisa berfungsi tanpa kopi. “Tapi sayangnya saya juga tidak bisa terlalu banyak mengonsumsi kopi,” katanya sedih. Tapi tenang, kalaupun kamu berniat untuk menghadiahkan kopi, Dini akan memanfaatkan sampai ke ampas-ampasnya. Soalnya, ia suka memanfaatkan ampas kopi sebagai body scrub!
Lihat karya-karya Dini lainnya di sini: behance.net/dinska