Dari kecil, Cicid, panggilan akrab Citra Kemala Putri, sudah suka menggambar. Awalnya ia suka menggambar tokoh-tokoh anime dari film kartun yang sering ditonton waktu kecil, tapi hanya sebatas corat-coret saja. Ia baru mengenal seni lebih dalam sewaktu kuliah, yang membuatnya memutuskan untuk masuk jurusan seni grafis di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Di sini, Cicid merasa kalau ia bisa bebas mengekspresikan seni. Waktu kuliah, ia juga mencoba berbagai media untuk berseni dan akhirnya pilihan jatuh ke mixed media drawing. Meskipun Cicid berhasil mengambil kuliah di bidang seni, pilihannya ini bukan berarti ia jalani dengan lancar seperti air mengalir. Godaan dan halangan tetap ada, tapi untungnya bukan masalah besar buatnya.
Ilustrator yang bekerja di beberapa clothing line di Bandung ini menganggap seni visual itu menarik. Menurutnya, semua orang bisa menikmati seni visual dengan caranya masing-masing, dan ia merasakan sebuah kegembiraan tersendiri bila karya seninya mendapatkan apresiasi dari orang lain. Buat Cicid, seni visual membuat ia mampu bercerita melalui apa yang dilihat, buat bercerita secara lisan. Ia senang menyampaikan sesuatu secara visual, terlebih lagi kalau ia bisa membuat orang lain penasaran dengan apa yang ingin disampaikan melalui karyanya, karena ia selalu menyisipkan sejarah tentang suatu kepercayaan di zaman pra modern Indonesia meskipun apa yang ia gambar sama sekali nggak ada sisi tradisional. Ada segelintir simbol, warna, atau ikon yang Cicid gunakan untuk menyiratkan sistem kepercayaan tersebut. Perempuan kelahiran Bandung ini memang punya ketertarikan tersendiri dengan sistem kepercayaan ini. Ia suka menghubungkan apapun yang ia lihat dengan sejarah suatu sistem kepercayaan. Ia ingin mengingatkan kalau selalu ada sejarah di balik masa yang sekarang sedang kita jalankan.
Media yang dipakai Cicid dalam berkarya banyak terinspirasi dari Audrey Kawasaki, yaitu media kayu pinus. Sementara untuk sisi visual, Cicid terinspirasi dari Esra Roise dan Gabriel Moreno. Cicid mengaku style gambarnya lebih mendekati surealisme dengan konsep eklektik, atau penggabungan gaya atau kode dengan gaya dan kode-kode lain yang karakternya sama sekali berbeda. Konsep eklektik ini menggabungkan unsur-unsur terbaik dari berbagai sumber, dan cenderung ditemukan di dunia sastra, seni, desain, serta arsitektur.
Malam dan kesendirian mempunyai arti tersendiri buat Cicid, karena saat itulah ia hampir selalu bisa mendapatkan inspirasi. Di saat malam, ia lebih bisa mengenal dirinya sendiri. Ia bahkan suka berdialog dengan diri sendiri di malam hari. Musik, buku, film, curhatan di diary, dan curhatan teman-teman dekat juga hal-hal yang menginspirasi Cicid dalam berkarya.
Seorang seniman pasti pernah merasakan artist’s block. Nah, kalau sedang mengalami, Cicid biasanya pergi ke sana kemari dan berhenti menggambar sama sekali, sampai akhirnya ia bosan untuk bepergian tanpa menggambar dan merasakan kerinduan untuk menggambar.
Karya-karya Cicid sudah prenah dipamerkan di Bandung, Yogyakarta, Italia, dan Bali. Namun, yang paling berkesan buatnya adalah Pameran Jalan Sekeloa Bandung, karena ia dan teman-teman seniman lain harus merespon bangunan yang nggak terpakai menjadi suatu karya. Hasil karyanya sangat beragam dan nggak ada yang sama. Menurutnya, pameran yang menarik adalah pameran yang bisa memancing seniman dan apresiatornya keluar dari standar yang sudah terbentuk.
Waktu ditanya tentang kopi, Cicid ternyata suka banget minum kopi, bahkan bisa sampai tiga kali sehari kalau dia lagi seharian di rumah. Kopi yang ia minumpun bermacam-macam, mulai dari kopi hitam sampai kopi yang diberikan campuran lain. Tapi minuman favoritnya adalah kopi putih yang ditambahkan rhum. Sebagai seorang yang lebih menyukai malam daripada siang, Cicid mengaku kopi membantunya menikmati malam lebih lama.
Lihat karya-karya lain Cicid di sini: cidmanjagoan.blogspot.com
http://bit.ly/OTfH5X