Art

Suprematisme, Aliran Seni yang Menginspirasi Abstrak

Pernah melihat lukisan figuratif yang dipenuhi dengan bentuk-bentuk geometris, seperti lingkaran, bujur sangkar, persegi panjang, garis, dan seterusnya? Lukisan yang terlihat abstrak tersebut disebut sebagai lukisan bergaya suprematisme. Mungkin banyak yang belum mengenal istilah ini, meski mungkin sudah pernah melihat lukisan sejenis.

Lantas, apa itu suprematisme? Bagaimana ia bisa berkembang? Dan bagaimana kabarnya sekarang ini? Yuk, kita ulik secara singkat.

Asal Mula Suprematisme

Black Suprematic Square, Kazimir Malevich, 1915 (Sumber gambar: wikipedia.org)

Suprematisme merupakan penemuan dari seniman asal Rusia, kazmir Malevich, dan merupakan salah satu perkembangan paling awal dan paling radikal dari aliran abstrak. Namanya berasal dari keyakinan Malevich bahwa seni suprematis akan menjadi lebih unggul kerimbang aliran-aliran yang berasal dari masa lalu dan akan menuju sebuah “supremasi akan perasaan murni atau persepsi dalam seni gambar”. Dipengaruhi oleh para penyair avant-garde dan pergerakan kritisme sastra pada saat itu, sumber ketertarikan Malevich adalah cemooh kepada peraturan berbahasa, dengan maksud untuk menentangnya.

Malevich percaya ada penghubung antara kata-kata atau perlambang dengan objek yang ditunjukkannya. Dari sini ia melihat sebuah kemungkinan akan seni yang abstrak secara penuh. Malevich menemukan idenya di tahun 1913 dan pada tahun 1915, melalui sebuah pameran berjudul The Last Futurist Exhibition of Paintings 0.10, yang berlangsung di St. Petersburg, ia mengumumkan aliran ini, saat ia bersama dengan 13 seniman lain, menampilkan 36 karya yang bergaya suprematsime.

Meski penguasa Komunis kemudian menyerang pergerakan ini, namun pengaruhnya telah berkembang cukup pesat di Rusia di era 1920-an. Suprematisme dipandang penting dalam membentuk Konstruktivisme, sebagaimana juga tetap menginspirasi aliran abstrak hingga saat ini.

Konsep Dan Gaya

Eight Red Rectangles, Kazimir Malevich, 1915, dianggap sebagai karya seni penting dalam Suprematisme (Sumber gambar: takeoutsomeinsuranceonme.wordpress.com)

Lukisan bergaya suprematisme meninggalkan realisme, yang dianggap Malevich sebagai pengalihan dari pengalaman transendental yang seharusnya ditimbulkan oleh sebuah karya seni. Suprematisme dapat dilihat sebagai kesimpulan logis akan ketertarikan aliran futurisme akan pergerakan dan kubisme dalam mengurangi bentuk dan multi-perspektif.

Persegi disebuat Malevich sebagai “wajah dari seni baru” dan mewakili kelahiran dari gerakan suprematisme, menjadi sosok penting alirannya sebagaimana yang disebut oleh para kritikus dan seniman lain dalam mendukung gaya baru ini. Sayangnya, banyak juga yang menyebut suprematisme sebagai nihilisme, seperti yang dikatakan seniman dan krikuts Alexandre Benois yang menyebutnya sebagai “khotbah akan ketiadaan dan kehancuran”.

Square, circle and arrow, Kazimir Malevich, 1915 (Sumber gambar: wikiart.org)

Malevich menerbitkan sebuah manifesto bertepatan dengan pameran From Cubism and Futurism to Suprematism in Art. Ia mengklaim telah melewati ambang batas realitas dan memasuki sebuah kesadaran baru. Oleh karenanya motif dalam lukisan-lukisannya dibatasi hanya dalam bentuk lingkaran, persegi dan bujur sangkar. Kritikus terkadang menginterprestasikan motif ini sebagai referensi akan ide mistis. Didukung pula dengan beberapa pernyataan Malevich yang seakan mengindikasikan hal ini. Penggunaan lingkaran disebutnya sebagai “penghancuran cincin horizon dan melarikan diri dari lingkaran harta-benda. Dia juga menyebutkan Black Square sebagai “orok bangsawan yang hidup”. Hanya saja, faktanya Malevich membenci simbolisme. Baginya motif hanya untuk membangun rintangan, bagian paling mendasar dari lukisan, dan disebutkannya sebagai “kekosongan bentuk”.

Malevich membagi gerak maju suprematisme dalam tiga tahapan, “hitam”, “berwarna”, dan “putih”. Fase hitam menandai awal pergerakan, dan lukisan ‘tingkatan nol’, sebagaimana yang dicontohkan dalam lukisan Black Square. Tahapan warna, kadang disebut juga dengan suprematisme dinamis, memfokuskan pada penggunaan warna dan bentuk untuk mengkreasikan sensasi pergerakan dalam ruang. Fase ini diperdalam lagi oleh Ilya Chasnik, El Lissitzky dan Alexander Rodchenko; terutama El Lissitzky  yang terpengaruh oleh Malevich dan mengembangkan gaya personalnya sendiri yang disebut dengan “Proun”.

White On White, Kazimir Malevich, 1918 (Sumber gambar: moma.org)

Kulminasi suprematisme terjadi di tahapan putih, yang diperlihatkan Malevich selama pameran Tenth State Exhibition: Non-objective Creation and Suprematism di tahun 1919. Masterpiece-nya, White on White (1918), secara keseluruhan diisi oleh warna putih, mewakili hanya “sang ide”. Karya ini kemudian memancing tanggapan dari seniman lain untuk mengembangkan gaya baru, seperti konstruktivisme dari Alexander Rodchenko yang mengeksplorasi peranan materi tertentu dalam rangkaian karyanya yang berjudul Black on Black (1919).

Perkembangan Selanjutnya

Suprematism (Supremus No. 58), Kazimir Malevich, 1916 (Sumber gambar: velvenoir.com)

Di tengah badai yang terjadi karena Revolusi Rusia di tahun 1917 dan kemudian tekanan yang dilakukan oleh pemerintahan Komunis yang berkuasa demikian, suprematisme tetap mampu bertahan. Hanya saja, menjelang akhir 1920-an kebiasaan orang mulai berubah dan pergerakan suprematisme mulai kehilangan kepopuleritasannya di Rusia, apalagi setelah mendapat kecaman dari Stalin. Di antara tahun 1919 dan 1927 Malevich bahka berhenti melukis sama sekali dan mendedikasikan dirinya di bilang penulisan teoritis. Saat kembali mendalami lukisan, ia meninggalkan suprematisme dan memilih untuk kembali pada lukisan representasional.

Meski konsep esoterik Malevich telah mencegah gerakan suprematisme untuk berkembang dengan lebih luas lagi, namun sudah memberi impikasi yang cukup berarti dalam aliran abstrak. Dengan suprematisme, Malevich sudah memberi jalan pada sebuah seni yang bersifat transendental, yang karya-karyanya bisa membantu yang melihat untuk meraih konsep pemahaman yang lebih tinggi lagi dan hal ini masih dapat ditemui dalam seni abstrak yang berkembang kemudian.

Pengenalan suprematisme di dunia barat pada pameran Berlin di tahun 1927 mendapat sambutan yang baik dan membangkitkan minat untuk aliran ini di Eropa maupun Amerika Serikat. Alfred Barr kemudian membawa beberapa karya suprematisme Malevich ke Museum of Modern Art di New York, yang disertakan dalam sebuah pameran yang kemudian mempengaruhi modernisme Amerika,  Cubism and Abstract Art (1936).

“Zaha Hadid and Suprematism,” Zurich’s Gallerie Gmurzynska, Juli 2010 (Sumber gambar: carolinetiger.com)

Lissitzky,  yang juga memainkan peranan penting dalam mempromosikan suprematisme di luar Rusia, kemudian menggunakan bentuk dan konsep suprematisme pada desain grafis dan juga arsitektur, yang kemudian membentuk gerakan konstruksionisme. Gerakan ini masih bisa ditemui pengaruhnya di berbagai arsitektur kontemporer, misalnya dalam kreasi berjudul “Suprematist” karya  Zaha Hadid.

Penulis: Haris Fadli Pasaribu

joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official