Seratus

ACT

Seratus kerap melambangkan kesempurnaan. Di sekolah ia adalah nilai tertinggi. Dalam hitungan persen pun demikian. Pada acara ACT yang dilangsungkan di 1/15 Coffee Gandaria 04-12 Agustus 2012, seratus adalah jumlah seniman muda dan donatur baik hati yang terlibat dalam kegiatan amal tersebut.

ACT adalah kegiatan seni yang dimotori oleh Kopi Keliling. Idenya menarik sekali. Seratus seniman diajak membuat karya di atas kanvas berukuran seragam, kemudian seratus pembeli tiket masing-masing akan mendapatkan salah satu dari karya tersebut. Pembeli tiket tidak dapat memilih karya, sementara sang seniman pun tak boleh memilih calon “orangtua angkat” untuk karyanya. Nomor tiketlah yang menjadi perpanjangan tangan takdir.

“Suka banget, pengen langsung dibawa pulang,” ujar Aulia Soemitro, donatur yang mendapatkan karya Ryan Ady Putra.  Lain lagi dengan Rahne Putri.  “Punya aku agak-agak serem gitu,” ungkap penulis buku Sadgenic yang romantis itu. Kendati begitu, Rahne tetap senang. Sambil tersenyum, ia berfoto bersama karya yang berjodoh dengannya.

Salah seorang panitia pun bertugas mempertemukan “orangtua angkat” karya dan senimannya. Obrolan antar seniman dan sang “orangtua angkat” biasanya membuat nilai personal karya semakin kuat. “Setelah ngobrol sama senimannya, aku tahu kalau ini oil on canvas dia yang pertama.  Berarti itu spesial,” ujar Inggrid sambil tersenyum.

Seniman diberi kebebasan berkarya. Maka, tak semua karya berbentuk lukisan dua dimensi. “Terurai” milik Prasjadi Heru, misalnya, berbentuk lukisan yang justru sengaja “disuir-suir”. Sementara pada “Penyangkalan”, Resatio Adiputra menempelkan mainan sebagai bagian dari karyanya. Kebebasan berkarya ini pulalah yang membuat seniman-seniman “ACT” memberikan seluruh hatinya pada karya mereka. “Anak-anak GaLaw sampai sempet sayang gitu mau ngasih karyanya,” kata Anis Wuku, salah salah satu anggota Gambar Selaw (GaLaw), sebuah kegiatan menggambar yang diadakan di Ruang Rupa setiap Kamis malam.

Hasil penjualan tiket tersebut nantinya akan digunakan untuk membeli alat-alat gambar dan workshop di panti asuhan. “Kalau sekadar ngasih uang kan semua bisa. Kita mau ngasih wadah untuk kegiatan kesenian,” jelas Raymond Malvin, project manager kegiatan ACT dan Kopi Keliling.

“Act” dan “Art” hanya berbeda satu huruf. Seperti dalam logo kegiatan ini, sadarkah kamu bahwa keduanya bertumpu pada kebaikan yang sama?

Kuehsenyum

Pada kegiatan ACT ini, seorang teman istimewa datang jauh-jauh dari Bandung. Namanya Fajar Abadi. Ia dan proyek seni Kuehsenyum-nya pernah ditulis di situs Kopling. Seiring dengan ACT, dalam Kuehsenyum, seni menjadi sesuatu yang dekat dengan kehidupan dan keseharian.

“Cuma bikin empat puluh, tapi laris manis,” kata Fajar sumringah. Malam itu ia mendapatkan empat puluh senyuman. Kuenya yang lezat pun membuat empat puluh orang – bahkan mungkin lebih – tersenyum manis dan tulus.

Kopi dan kue adalah sahabat ideal. Keduanya sering hadir bersama-sama sebagai santapan ringan yang dekat dengan obrolan hangat.

Malam itu, di 1/15 Coffe, kopi dan kue bersama-sama hadir mengiringi Act. Mengiringi Art. Mengiringi lagu 100 Years Five for Fighting yang saya senandungkan sendiri,

 

Every day’s a new day

Fifteen there’s still time for you

Time to buy and time to choose

Hey fifteen, there’s never a wish better than this

When you only got a hundred years to live …

 

… semoga kali ini seratus melambangkan semangat dan hal-hal baik yang tak pernah lelah mencari rumah …

Artikel oleh: @salamatahari

 

Lihat foto acara ACT lainnya di sini.

About author

Berbagai Macam Rasa Kopi dari Penjuru Dunia

Pada kenyataannya, rasa kopi tidak mungkin untuk digeneralisasi. Artinya tidak semua kopi memiliki rasa yang sama. Ada begitu banyak faktor yang memengaruhi rasa: ketinggian tanaman, ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official