Rumah Belajar Sankabira di Pulau Lombok

Dari upaya untuk mengembangkan kopi Lombok di desa Sembalun di Pulau Lombok, Reman Murandi dan Maryam Rodja, bersama dengan teman-teman di desa Sembalun, berhasil mendirikan Rumah Belajar Sankabira. Apa sih sebenarnya Rumah Belajar Sankabira ini?

***

“Kalau lagi musim panen mete, anak-anak nggak ada yang sekolah.
Mereka harus membantu keluarganya menjadi buruh tani di kebun orang”
Guru SDN 03 Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun, 2014

Ironi di Kaki Rinjani

Desa Bilok Petung, adalah salah satu desa di Kecamatan Sembalun yang hasil buminya kaya akan kacang mete. Di kanan kiri jalan terhampar kebun kacang mete yang sangat indah, rindang dengan buah yang cantik bergelantungan dan berwarna-warni. Namun ironisnya, kondisi pendidikan di desa tersebut nggak secantik kondisi kebun mete. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Bilok Petung terletak hanya sekitar 2,5 km dari jalan raya, tapi harus ditempuh cukup lama karena medannya sulit, terjal, dan berbatu. Sekolah ini cuma mempunyai dua guru honorer, dua ruang kelas untuk enam tingkatan, dan satu ruang kecil berukuran 12 meter persegi untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

sankabira-1

Kiri: Ruang kelas 1, 2, dan 3 SDN 03 Bilok Petung
Kanan: Ruang PAUD Bilok Petung (sumber: milik penulis)

Mengabdikan diri untuk mendidik generasi mendatang sejak tahun 2009, Guru-guru di sekolah ini baru menerima gaji rutin dari pemerintah pada tahun 2012, sebesar 100 ribu per-bulan, dan dikirimkan setiap tiga bulan. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) nggak nampak wujudnya pada sekolah ini. Kurikulum hanya sekedar nama, mereka nggak mempunyai buku yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, buku-buku mereka mundur beberapa tahun dari yang semestinya. Setiap tingkatan kelas cuma mempunyai dua paket buku untuk dipakai bersama. Padahal seharusnya satu murid mendapat satu paket, makanya nggak heran banyak murid sekolah ini yang nggak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP apalagi SMA.

Sekitar 15 persen anak usia sekolah di Sembalun nggak bersekolah karena tuntutan keadaan (BPS, 2012). Di SDN 03 Desa Sajang nasibnya juga nggak berbeda. Beberapa ruang kelas masih berdinding anyaman bambu, semi permanen, tanpa kursi, dan lagi-lagi buku yang digunakan adalah lungsuran dari tahun-tahun sebelumnya. Hal yang menarik di SD ini, terdapat bangunan kecil berwarna mencolok, dengan papan bertuliskan bangunan perpustakaan dari dana APBN-Perubahan 2012 sekitar 100 juta rupiah, mengundang kami untuk melihat kondisi didalamnya. Ternyata, bangunan ini tidak difungsikan sebagai perpustakaan, melainkan sebagai kantor guru, karena di sekolah ini, para guru nggak punya fasilitas ruang kantor.

sankabira-2

Kiri: Ruang kelas 1 dan 2 SDN 03 Desa Sajang
Kanan: Ruang kelas SDN 03 Desa Sajang (sumber: milik penulis)

sankabira-3

Kiri: Buku pelajaran
Kanan: Perpustakaan yang menjadi kantor guru (sumber: milik penulis)

Rumah Belajar Sankabira: Kolaborasi untuk Negeri

Fakta pendidikan di Sembalun yang memprihatinkan nggak bisa lekang dari ingatan kami. Bersama Pak Wathan dan Edison (lihat cerita1), kami terus menerus membahas dan mencari jalan keluar untuk melakukan sesuatu agar masyarakat bisa mempunyai akses ke ilmu pengetahuan. Kami nggak bisa tinggal diam melihat kondisi ini, terlebih setelah menyaksikan kalau masyarakat di sana – tua dan muda, laki-laki dan perempuan – memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Mereka sangat antusias dan mengapresiasi siapapun yang berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada mereka.

Melihat potensi itu kami berempat sepakat mendirikan Rumah Belajar Sankabira (RBS). Mengambil kata akhir dari semboyan hidup masyarakat Sasak; hidup bagai lomboq buaq, berprilaku sasak sankabira, yang artinya hidup lurus (jujur) seperti pohon pinang, berperilaku bersatu saling tolong-menolong. Jadi sankabira berarti tolong-menolong. Mimpinya, RBS dapat menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi masyarakat Sembalun. Siapapun dan darimana pun, dapat berkolaborasi dan berbagi ilmu pengetahuan kepada masyarakat, ataupun sebaliknya, mereka dapat mendapatkan ilmu dari masyarakat lokal.

RBS nggak membatasi ruang lingkup. Sepanjang materi pengetahuannya dapat bermanfaat bagi orang banyak, nggak melanggar hukum dan norma-norma setempat, nggak ada unsur kepentingan dari kelompok politik dan agama tertentu, maka kami akan berusaha memfasilitasi, dengan mempertimbangkan keterbatasan kami juga.

Di bidang pertanian misalnya, masyarakat sangat membutuhkan edukasi untuk mengolah hasil pertaniannya agar memiliki nilai tambah, mengolah keuangannya agar terbebas dari hutang para rentenir, sistem pertanian organik yang berkesinambungan, dan lain sebagainya. RBS belum punya bangunan, namun Pak Wathan dan Edison mempersilahkan gudang dan berugak-nya (bale-bale) untuk dipakai sebagai tempat melangsungkan kegiatan rumah belajar. Sampai saat ini, kami baru melakukan pelatihan budidaya kopi arabika kepada masyarakat dan akan disusul dengan pelatihan pengolahan limbah pertanian menjadi biogas.

Di bidang seni dan budaya, RBS mendorong budaya bersih dari sampah bersama para pemuda Sembalun, mendorong generasi muda untuk berlatih gamelan dan tarian Lombok yang saat ini kurang diminati, melakukan kegiatan nonton bareng dengan ‘layar tancap’ keliling dari desa ke desa yang menayangkan film-film edukatif, dan berupaya membangun budaya baca melalui perpustakaan. Untuk menarik minat baca dan menjangkau lokasi yang sulit seperti SDN Bilok Petung, kami akan membuat perpustakaan keliling. Perpustakaan ini akan membawa buku dan film ke titik-titik penting di Sembalun agar masyarakat dan sekolah dapat langsung mengakses dan menikmatinya.

Buku-buku tersebut kebanyakan kami dapatkan dari individu dan perusahaan yang memang prihatin dengan kondisi pendidikan di Sembalun. Dengan berkolaborasi bersama para relawan melalui gerakan #pahlawansankabira kami berhasil mengumpulkan sekitar 1.000 buku untuk kami gunakan di Sembalun. Kami juga melibatkan beberapa murid sekolah dasar sebagai pahlawan cilik yang mengajak teman-teman mereka untuk berbagi buku kepada saudara-saudara seumurannya yang kurang beruntung. Dipelopori oleh enam orang pahlawan cilik dari SDI Al-Azhar Pusat, kegiatan ini akan kami terapkan di sekolah-sekolah lainnya di Jakarta.

sankabira-4

Kiri: Para malaikat cilik dalam gerakan #pahlawansankabira di SDI Al-Azhar Pusat, Jakarta
Kanan:
Booth pengumpulan buku di SDI Al-Azhar Pusat, Jakarta (sumber: milik penulis)

Kolaborasi lainnya adalah bersama Mading Pelangi. Mading ini merupakan mading keliling yang dapat digunakan sebagai bahan pelajaran yang sangat interaktif bagi anak-anak sekolah. Mading tersebut kami sebar ke beberapa sekolah dan dirotasi agar semua sekolah punya kesempatan menggunakannya.

RBS juga lagi memformulasikan salah satu program untuk anak usia dini, karena pembentukan karakter sangat penting ditanamkan sejak kecil. Didukung seorang Ibu yang profesional di bidang pendidikan dan seorang teman berlatar belakang pendidikan untuk anak usia dini, kami menyusun kurikulum yang nggak berkiblat kepada standar nasional PAUD namun mengutamakan pendekatan berbasis nilai dan kearifan lokal. Ini ditujukan agar generasi baru yang akan tumbuh punya karakter yang baik, bangga mengembangkan potensi lokal, cinta Indonesia, dan nggak perlu bekerja di luar daerahnya, apalagi di luar negeri, seperti banyaknya warga Sembalun yang menjadi TKI saat ini.

Dengan keterbatasan kapasitas kami, kolaborasi sangatlah penting. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, penggalangan dana, penggalangan buku, penjualan Kopi Pahlawan yang berkontribusi pada kegiatan ini, terus kami lakukan untuk mewujudkan cita-cita kami, yaitu membuka akses masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan maju bersama. Kami yakin hal yang dapat mengangkat derajat Indonesia adalah ilmu pengetahuan dan moral yang baik. Melalui RBS di tepi indahnya sungai di kaki Gunung Pergasingan, kami berharap langkah kecil ini dapat membuka arus pengetahuan kepada masyarakat di Sembalun.

 

Belum selesai sampai di sini, jangan lewatkan artikel selanjutnya yang akan membahas tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Reman & Maryam di Desa Sembalun!

 

Ditulis oleh:
Reman Murandi & Maryam Rodja
Email: reman.murandi@gmail.com atau maryam.rodja@gmail.com
Facebook: BarakaNusantara

About author

Si Gadis Lubang Pohon

“Bila kau berdiri di bawah sebuah pohon rindang, ingatlah akan orang yang menanamnya.” Kita tentu inget banget sama peribahasa yang diajarin sama guru Bahasa Indonesia ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official