Catalyst Art Market 6: Tenant Lineup pt.6

Dalam hitungan minggu acara Catalyst Art Market 6 akan diadakan, tepatnya di tanggal 30 April – 1 Mei 2016! Sebelum sampai hari H, Kopling mau mengajak kamu semua untuk kenalan dulu satu per satu dengan artist/ilustrator/brand kreatif yang berpartisipasi. Yuk!

1. Karamba and Friends


Karamba and Friends awalnya berupa kumpulan teman-teman yang berdomisili di Semarang dan memiliki ketertarikan di bidang visual, walaupun pendekatan yang ditekuni masing-masing anggota berbeda-beda. “Ada yang lebih condong dan kuat ke desain, ilustrasi, pendidikan, hingga seni tato,” ujar Azis Wicaksono, salah satu anggota Karamba and Friends.

Ajis, panggilan akrab Azis, mengatakan bahwa anggota Karamba and Friends saat ini ada delapan orang. “Sebagian ada yang berprofesi ganda namun masih berkarya dan memproduksi merchandise. Ada juga yang masih menyelesaikan kuliah sambil berkesenian,” jelasnya. Karena pada dasarnya Karamba and Friends didirikan secara kolektif, Ajis mengaku sedari awal mereka membuat sistem pendanaan yang salah satunya adalah merchandising. “Produksi merchandise merupakan solusi jitu untuk membangun support system bagi proses berkarya kami serta merencanakan program komunitas,” tambah Ajis.

Proses pembuatan karya dan merchandise Karamba and Friends cukup selektif dan mempertimbangkan nilai guna, sehingga produk yang mereka hasilkan mudah diterima oleh masyarakat, meskipun mereka juga terkadang menerima kritik.

“Kami pernah mendapatkan pendapat yang menurut kami paling jujur dari para warga di suatu kampung di Kota Semarang, namanya Bustaman. Waktu itu kami lagi membuat mural di kampung tersebut dan terjadi diskusi menggelikan ketika melihat karya kami yang pendekatannya lebih ke ilustrasi nggak realis. Mereka jadi selalu menerka-nerka dan membangun narasi tersendiri pada karya yang kami buat. Kritik-kritik menggelitik juga bermunculan soal garis atau pemilihan warna, namun lucunya mereka selalu berkata, “Tapi ngono wae aku rung mesti iso”, yang dalam bahasa Indonesia artinya, “Gitu saja saya belum tentu bisa”. Padahal sebelumnya mereka mengkritik karya kami. Bagi kami hal tersebut merupakan masukan positif agar nggak selalu merasa nyaman dengan pujian-pujian semu,” cerita Ajis.

Untuk Catalyst Art Market 6, dari Karamba and Friends akan ada Azis Wicaksono, Puthut Aldoko Willis, Mohamad Tantowi, Bryan Dimas Sakti, dan Mohammad Mizan Irsaputra.

2. Tri Asrie Khalidya


Tri Asrie Khalidya, yang akrab dipanggil Achie, merupakan lulusan seni grafis Institut Teknologi Bandung. Perempuan asal Bogor ini mengaku, karya-karyanya bertumpu pada penggunaan media tradisional, yaitu dengan ballpoint. “Kecintaan saya dengan ballpoint bermula dari saat saya kuliah dan sedang gelisah karena berkarya dengan media yang nggak mudah didapat dan harganya mahal,” kenangnya. Waktu itu ia sedang gencar membuat doodle dan sketsa, tapi mulai bosan dengan media pensil dan drawing pen. Secara nggak sengaja, Achie mulai mencoba menggambar dengan ballpoint yang secara sembarang ia ambil dari studio. Ketidaksengajaan itu kemudian berlanjut dan lama-kelamaan ia merasa nyaman dengan medium tersebut.

Achie mulai terobsesi berkarya dengan menggunakan ballpoint sejak seorang temannya memberi referensi karya-karya ilustrator asal Jepang bernama Shohei Otomo yang juga menggunakan media ballpoint. “Sedikit banyak saya terpengaruh oleh karya-karyanya,” ujar Achie.

“Menggambar dengan ballpoint memiliki sensasi yang sama sekali berbeda dengan pensil. Karena nggak bisa dihapus, saya jadi semakin tertantanga dan ingin dapat menguasai bagaimana membubuhkan garis, seberapa dalam tekanan, atau sehalus apa saya harus menorehkan garisnya. Memang perlu kesabaran terutama dalam mengarsir bidang yang besar, tapi bagi saya di situlah letak serunya, sangat meditatif dan adiktif!” katanya dengan penuh semangat. Ia juga sedang mencoba mengeksplorasi ballpoint yang digabungkan dengan media lain, seperti gouache.

Secara ide, karya-karya Achie banyak menggambarkan pengalaman akan kekaguman dan pertanyaan yang sering muncul di kepalanya, baik itu tentang keberadaan dirinya maupun kita semua sebagai manusia di semesta yang indah namun sementara. “Saya sering memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin sering dilupakan orang, seperti mengamati awan, melihat pergerakan bulan, atau merasakan denyut nadi sendiri,” katanya. Menurut Achie, dari hal-hal kecil tersebut ia sadar betapa kecilnya manusia di alam semesta ini, sehingga di saat yang bersamaan terbentuk rasa melankolis dan kegelisahan yang puitis terhadap apa yang akan terjadi di masa depan: ketiadaan. “Dari situ, saya berusaha untuk terus merekamnya ke dalam karya sebagai sebuah memento, apresiasi, dan rasa syukur saya dengan kehidupan ini.”

3.  Kayu Manis


Kayu Manis adalah Aozora dan Azisa Noor, dua orang ilustrator yang setia kepada media cat air. “Dari pertama kenal, kami berdua langsung tahu kalau kami bakal cocok berteman seumur hidup,” ujar Azisa. Mereka mengaku, ada hal yang spesial saat menggambar dengan cat air. Sifatnya yang sangat fluid membuat hasil karyanya menjadi kejutan yang nggak direncanakan dari awal.

“Buat kami, lukisan cat air mengingatkan akan dongeng masa kecil yang ternyata gaya ilustratornya sejenis. Dengan warna-warna pastel dan garis-garis yang surreal, gambar-gambar tersebut memicu imajinasi dan sense of wonder kami sampai jadi seperti sekarang ini,” tambah Azisa.

Bagi Aozora, yang paling menarik untuk ia gali adalah potret manusia. Ia ingat bagaimana buku-buku di masa kecilnya begitu menggambarkan arketipe setiap tokohnya, membantu ia mengenal manusia. Buatnya, ada yang cantik dan bernilai di setiap manusia dan ia mencoba mengangkat masing-masing keunikan mereka melalui bentuk dan permainan warna. Gambar-gambar ini kemudian dia aplikasikan ke macam-macam barang yang dipakai sehari-hari: keychain, tas, notes, atau pembatas buku – Ia berharap untuk semua potret yang ia buat, ada seseorang yang merasa terwakili atau pas dengan gambaran itu, dan gambaran ideal dari diri mereka itu bisa dibawa beraktivitas kemana-mana, seperti pengingat.

Sementara itu, Azisa lebih tertarik kepada lanskap-lanskap dan arsitektur yang sureal (Atau mungkin dia tidak begitu suka orang). Bermula dari hobi membuat gambar macam-macam pulau melayang, Azisa yang bekas arsitek kemudian menggunakan kemamuan bermaketnya untuk menjadikan pulau-pulaunya itu hadir dalam bentuk 3 dimensi. Buatnya, ‘pulau-pulau dalam kotak’ ini diharapkan menjadi sesuatu yang bisa ditaruh di meja kerja, sebuah dunia kecil rahasia yang bisa jadi tempat kabur seseorang di saat penat bekerja atau belajar.

“Melalui barang-barang yang kami buat di Kayu Manis, kami berdua ingin mencitakan kembali rasa yang pernah kami alami saat kecil dahulu: a sense of wonder and adventure, of seeing a picture and imagining a wealth of hidden stories behind them, just waiting to be unfolded,” papar Azisa.

About author

Coffee vs Tea

  Coffee or tea? There’s a growing body of research to suggest that both are good for you in different ways. Some argue that you ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official