A Glimpse of UWRF pt.2

Meskipun agak tertunda lama, akhirnya saya berhasil menuliskan sisa-sisa keriaan Ubud Writers and Readers Festival 2012 kemarin. Kalau di artikel sebelumnya isinya adalah sesi yang saya kunjungi di hari Jumat, di part 2 ini saya mau cerita soal sesi yang saya kunjungi di hari Sabtu tanggal 6 Oktober 2012. Jadi, ada apa aja yang menarik di hari Sabtu?

Beans, Brews, and Barista

Pagi hari rasanya nggak lengkap kalau nggak ada kopi, begitupun sewaktu melihat ada sesi Beans, Brews, and Barista yang dibawakan oleh Mas Adi Taroepratjeka, seorang pemandu acara Coffee Story di Kompas TV, saya langsung meluncur ke Rumah Baca, tempat sesi tersebut diadakan. Seperti biasa, Mas Adi dengan gaya bicaranya yang santai dan suara tawa yang khas membuat acara tersebut berlangsung dengan santai dan nyaman. Sebagai salah satu orang yang berkecimpung di dunia kopi Indonesia, Mas Adi selalu menekankan bahwa orang Indonesia cenderung menganggap kopi itu identik dengan rasa pahit, padahal sebenarnya rasa kopi itu unik karena setiap daerah memiliki ciri khas rasa yang berbeda-beda. Berhubung saat itu kita berlokasi di Bali, Mas Adi juga sempat cerita soal sejarah perkebunan kopi Bali yang dulu sempat ditebang dan ditanami jeruk hingga akhirnya menjadi perkebunan kopi lagi. Hal ini kopi Bali memiliki rasa citrus, karena tanahnya pernah ditanami jeruk.

Untuk lebih mendalami perbedaan rasa kopi, Mas Adi juga mengajak para penonton mencicipi dua varian kopi, yaitu kopi Bali Kintamani dan kopi Luwak yang semuanya dibuat oleh brand kopi lokal di Bali. Kebetulan saya belum pernah mencicipi kopi Luwak, jadi itu adalah pertama kali buat saya! Rasanya ternyata lebih asam dari kopi biasanya, tapi memang enak.

Ssssh, Here Come the Poets

Setelah mata melek, saya langsung menuju ke sesi UWRF berikutnya yang menghadirkan para penyair dari manca negara. Sebut saja Vivienne Glance dari Australia, Krys Lee dari Korea Selatan, Luka Lesson dari Australia, dan Karl Schembri dari Malta. Acara ini dipandu oleh Paul Kooperman, seorang penulis dari Australia.

Ini adalah sesi favorit saya! Di sini para penyair menunjukkan kebolehan mereka membawakan spoken word poetry, atau puisi yang dibawakan secara lisan. Kalau biasanya para penyair menuliskan puisi di atas kertas, kali ini mereka menghidupkan puisi tersebut. Sewaktu menonton mereka saya merasa seperti melihat sebuah pertunjukan teater mini yang keren banget karena mereka membawakannya dengan sangat menghayati seolah seperti sedang berakting!

Kalau penasaran seperti apa sih spoken word poetry, liat video Luka Lesson yang satu ini nih.

Kalau dari Indonesia, saya selalu suka performance-nya WS Rendra di Sajak Sebatang Lisong yang ini.

 

Serial Offenders

Ini adalah sesi terakhir yang saya datangi hari ini. Meskipun saya datang terlambat sekitar 15-20 menit, sesi ini tetap menarik. Di sini dua penulis Shamini Flint dari Singapura dan Nury Vittachi dari Hong Kong dengan dipandu oleh Phillip Gwynne Australia bercerita tentang buku-buku mereka yang tadinya hanya terdiri dari satu seri berkembang menjadi banyak seri dengan pengembangan cerita yang semakin kompleks dan karakter yang semakin unik. Lalu tentu saja sebuah cerita nggak lengkap kalau nggak ada sentuhan pengalaman pribadi dari penulisnya, jadi setiap buku yang ditulis memang merefleksikan beberapa pengalaman yang pernah mereka hadapi.

Gotama Street Party

Saya hanya menghampiri sebentar sesi ini sebelum meninggalkan Ubud, karena penasaran, udah datang tiga kali ke UWRF tapi belum pernah merasakan seperti apa Gotama Street Party. Hehehe… Kalau dari yang saya dengar, Gotama Street Party adalah sebuah acara di jalan Gotama Ubud di mana semua orang bisa menikmati alunan musik dan beragam atraksi. Intinya sih, ajang para pengunjung, penulis, relawan, dan panitia untuk bersenang-senang setelah dari pagi sampai malam mendatangi sesi-sesi yang sebagian pasti cukup memeras otak.

Mungkin karena saya datang di awal acara, waktu itu keramaian belum begitu terjadi. Namun begitu alunan musik dan tarian dari Joged Bumbung dimulai, jalan Gotama mulai dipenuhi oleh beragam orang yang asyik menikmati musik sambil duduk dan berdiri di pinggir jalan. Sayangnya saya nggak sampai akhir menyaksikan Gotama Street Party karena harus meninggalkan Ubud malam itu.

 

Secara keseluruhan, acara UWRF sangat menarik! Mudah-mudahan di tahun depan akan semakin banyak penulis-penulis Indonesia yang bisa disejajarkan dengan penulis-penulis asing ini.

 

Artikel oleh: @Patipatigulipat

 

About author

joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official