Kopi Spesial?

Pada tahun 1974, seorang pionir kopi, Erna Knutsen – yang saat ini masih duduk di belakang meja Knutsen Coffees bersama para pegawainya – memperkenalkan istilah “specialty coffee” dalam Tea & Coffee Trade Journal. Specialty coffee ini adalah biji kopi terbaik dalam rasa mau pun bentuk. Sejak saat itu, specialty coffee sangat ramai di pasaran.

Percaya atau tidak, konon kopi itu dinilai sampai 100. Penilaian itu ditentukan oleh iklim dan lokasi tempat kopi itu tumbuh, karena tanah di tempat biji kopi itu ditanam menentukan rasa dan karakter si kopi itu. Nah, ketika kopi itu mencapai nilai 80 ke atas, kopi itu disebut “specialty coffee“.

Di Amerika Serikat, komite yang memberi penilaian kepada si biji kopi adalah SCAA (Specialty Coffee Association of America), sementara di Indonesia, komite itu bernama SCAI (Specialty Coffee Association of Indonesia). SCAA ini percaya bahwa sebutir biji kopi menjadi “spesial” pada fase hijau, saat baru saja ditanam. Kalau kopi itu hampir tak bercacat cela dan rasanya memang pas ketika dipanggang dan diseduh, maka kopi itu boleh dianggap sebagai specialty coffee.

Jenis kopi ini adalah pilihan nomor satu bagi para pencinta kopi yang peduli kualitas. Harganya pun sebenarnya tidak semahal yang diduga orang, tapi banyak yang meragukan kesegaran dan kualitas si biji kopi itu sendiri jika kopi itu harganya lebih murah dari dugaan mereka.

Proses yang membuat si biji kopi “biasa” menjadi “istimewa” itu lumayan memakan waktu dan membutuhkan pendapat para ahli. Setiap proses dalam pengolahan biji kopi: mulai dari menanamnya, memanggangnya, dan menyeduhnya, menambahkan karakter pada si kopi dan menentukan rasa akhir.

Nah, kalau kita ngomongin soal rasa ini kadang suka serba salah. Soalnya kan palet lidah seseorang dengan orang yang lain itu berbeda-beda. Nah disinilah hadir orang-orang yang menentukan standar supaya lidah orang di Amerika dengan lidah orang yang di Timbuktu itu dapat menerima rasa yang kurang lebih sama. Ibarat kalau di dunia grafis itu ada Graphic Standar Manual, Color Guide Pantone, dan lain sebagainya.

Tadi kan sudah disebut kalau specialty coffee itu adalah kopi yang ‘ponten’nya di atas 80. Nah, apa aja sih yang dinilai dari kopi-kopi spesial ini? Kalau menurut yang Kopling baca dari regulasi cupping SCAA, yang dinilai antara lain: aroma, flavour, aftertaste, acidity, body, balance, sweetness, uniformity, dan cleanliness. Waduh, pengertian terminologinya juga harus kompak juga yah kalo enggak mau salah kaprah. (Kalau kamu mau pelajari apa aja itu artinya, bisa baca di: scaa.org)

Itu semua kalo di luar negeri sana. Gimana kalau di Indonesia? Mungkin kamu bertanya seperti itu. Seperti yang sudah disebut di atas, kan ada komite yang bernama SCAI. Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu di sana lah yang ibaratnya mengatur, membangun, dan menentukan standar kopi spesial di Indonesia. Tentunya tantangan mereka tergolong luar biasa besar, karena kan sebagian besar dari kita (awam) tidak tau sebenarnya rasa dan karakter kopi Indonesia itu seperti apa.

Mungkin sebagian dari kita tau rasa-rasa kopi dari papan informasi yang terpampang di kedai-kedai kopi. Dan mungkin, sebagian lagi dari kita taunya dari informasi-informasi yang diberikan dari para pakar kopi, baik lewat seminar, internet, twitter, dan lain sebagainya. Itu baru sebagian, sebagian yang setidaknya selalu punya rasa ingin tau mengenai seperti apa sih rasa-rasa kopi Indonesia? Sebagian lagi taunya kopi itu pahit, titik!

Ibarat kata pepatah “Tak kenal maka tak sayang”. Baiknya memang kita selalu berusaha untuk mencari tau beragam informasi yang berhubungan dengan Indonesia. Misalnya dalam kasus ini, sebagai penikmat kopi, setidaknya kita selalu mau tau, dan mau mencoba beragam kopi-kopi yang dapat kita jumpai di kota kita masing-masing. Mulai dari yang tidak spesial, hingga kopi spesial yang disuguhkan di beberapa kedai-kedai kopi lokal. Itu kalau dari sisi konsumen. Dari sisi pelaku bisnis kopi pun idealnya harus selalu tertantang untuk menyediakan kopi-kopi yang benar-benar spesial bagi konsumen, supaya kita bisa “berkenalan” dengan mereka, lalu pada akhirnya sayang dan bangga terhadap kopi Indonesia.

Yah, memang tantangan sangat besar yang harus dihadapi oleh seluruh stakeholder urusan perkopian di Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dari kekayaan alam yang dihibahkan dari para leluhur kita semua ini tentu membutuhkan kerjasama yang mumpuni. Dari hulu hingga hilir harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengembangkan kopi Indonesia.

Suatu hari nanti semoga Kopi Keliling mendapat kesempatan untuk interview para pengurus SCAI. Karena banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang pingin sekali Kopling dapatkan jawabannya. Kalau nanti akhirnya mimpi Kopling tercapai, kira-kira kamu mau nitip pertanyaan apa? Kasih komen yah di bawah.

About author

PEPA Project by Komunitas Pecinta Kertas

Ada berapa banyak stigma negatif yang bisa kamu temukan di masyarakat karena kurangnya pengetahuan akan sesuatu hal? Banyak banget komunitas marginal di Indonesia (dan juga ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official