Annisa Aprianinda

Gue berharap ke depannya gue bisa bikin karya yang lebih relatable sama perasaan yang dirasain orang lain.

Mungkin banyak di antara kita yang tertarik untuk mendalami dunia gambar-menggambar setelah masa kanak-kanak atau remajanya dihabiskan dengan membaca komik atau manga. Nah, mungkin demikian yang dialami oleh Annisa Aprianinda, seorang graphic designer muda asal Jakarta kelahiran 30 April 1993 ini. Meski mengaku bukan seorang otaku, tapi akibat kegemarannya membaca manga, Annisa yang mengaku pemalu ini menjadi suka menggambar.

Saat di SMA ia punya bayangan akan masuk Desain Komunikasi Visual (DKV) di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, karena sepengetahuannya orang yang suka menggambar sebaiknya meneruskan studi ke jurusan DKV tersebut.

Annisa cukup beruntung masuk DKV, sehingga kini ia bisa mengetahui jika gambar-menggambar bukan hanya untuk mengkreasikan anime saja, namun juga tentang ruang lingkup profesi seperti ilustrator atau visual artist. Awalnya Annisa ingin masuk ke sub-jurusan multimedia karena memiliki ketertarikan dengan animasi. Tapi rupanya menurut Annisa animasi itu sulit dan ia juga tidak terlalu suka dengan 3D. Sementara animasi stop-motion baginya memerlukan ketrampilan yang khusus dan setelah dipikirnya masak-masak tidak memiliki peluang kerja yang cukup kuat baginya selulus kuliah, hingga akhirnya ia memilih untuk menekuni desai grafis.

Setelah menghabiskan 4,5 tahun untuk kuliah, kini Annisa sudah bekerja sebagai graphic designer. Dan ia juga memiliki ketertarikan terhadap dunia seni. Apalagi saat di kantor pertama kali bekerja, ia bertemu dengan seniornya semasa perkuliahan yang bertugas art director. Menurut sang senior, titik kekuatan Annisa itu ada di ilustrasi dan di kantor kebanyakan ilustrasi juga dikerjakan olehnya. Sang senior kemudian mendorong Annisa untuk aktif mengirimkan submisi pameran.

Semenjak itulah Annisa mulai mengenail banyak visual artist Indonesia dan mulai menggambar dengan lebih tekun. Pada akhirnya ia merasa, “man, this is what I wanna do!” Ia mulai rajin mengirimkan submisi dan karya serius pertamanya akhirya ikut dalam ACT vol. 2 oleh Kopi Keliling.

9747_10205280360389758_2675847602887544184_n 10380988_10206438283537113_6895731135301530194_n

Well, I guess I love the process in making stuffs! And art is the best way to complains, to get out your feelings~ Hahahahha. It’s just that gue seneng aja dari blank paper or canvas terus, pas proses bikin gambarnya yang dari “apasih” messy gitu tiba-tiba gue bisa menghasilkan sesuatu yang, well, let’s say nice and gue sendiri suka,” jawab Annisa saat ditanyakan apa yang menginpirasinya untuk mendalami bidang visual art. Yang pasti sangat menikmati proses dalam mengerjakan sebuah karya dan membuatnya sangat bersemangat.

Dalam berkarya, Annisa sebenarnya condong ke gaya realisme, meski untuk kebutuhan kantornya ia kerap menghasilkan karya vector atau ilustrasi digital. Menurut Annisa, sebenarnya ia masih belum menemukan gaya pernyataan yang pas atau tegas dalam karya-karyanya. Jadi ia masih mencari yang tepat dan sesuai dengan dirinya. Yang pasti Annisa suka dengan karya-karya yang tekstur dan strokes-nya bisa dirasakan.

scan-3_crop_web

Secara umum, penyuka Gustav Klimt, Alphonse Mucha, Edward Degas, Monet, Egon Schiele, Yoshitomo Nara, Hikari Shimoda, So Youn Lee, Yuko Shimizu, Lisk Feng, Esra Roise, Hellen Jo, dan Wishcandy ini condong menggambar figur manusia dan juga pemakaian warna-warna cerah seperti permen.

Beberapa pameran lain yang pernah diikutinya selain ACT vol. 2 adalah ACT vol. 3, Project Happy, Modus Vivendi dan Cerita Rakyat. Ke depannya Annisa ingin bisa berkarya yang memadukan antara audio dan visual atau seni instalasi di mana orang bisa berinteraksi dengan karyanya tersebut, atau dengan pengunjung lain sebagai bagian dari seninya. “That would be fun!” teriaknya.

Uniknya, Annisa baru mulai minum kopi semenjak tahun 2013, saat ia mulai aktif bekerja. Sebelumnya ia merupakan seorang tea person. Ataupun kalau ke gerai kopi, pilihannya jatuh ke Frappucino, karena kopi murni terasa pahit baginya. Kini kopi menjadi kesehariannya. Ia bergerak dari penenggak kopi instan sebagai asupan enerji saat lembur menjadi kopi Toraja, walaupun sekarang ia tidak meminum kopi setiap hari lagi, melainkan saat ingin saja.

Lihat karya-karya Annisa Aprianinda lainnya di:

Penulis: Haris Fadli Pasaribu

Mengenang Mark Rothko

Mark Rothko Bisa jadi Marcus Yakovlevich Rothkowitz, atau yang lebih dikenal sebagai Mark Rothko, sudah meninggal lebih dari 40 tahun yang lalu, tapi karyanya tetap ...
joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official