Art

Cerita Gutai “Jangan Pernah Meniru Yang Lain”

Grup Gutai, yang kini merupakan sosok terdepan di skena seni kontemporer pasca-perang di Jepang, sebelumnya telah dilupakan selama 4 dekade, sampai kemudian Guggenheim mengadakan sebuah pameran yang komprehensif akan karya-karya mereka di tahun 2012. Sejak itu grup ini mendapatkan sebuah kebangkitan kembali secara  internasional dengan galeri pameran yang penting, akuisisi dalam koleksi pribadi seperti  Vervoordt Foundation dan karya-karya utama mereka yang tampil di Century & Contemporary Art Evening Sale  Asia yang ke-20 di Hong Kong pada tanggal 30 Mei.

Setelah Perang Dunia II, Jepang merupakan sebuah negara yang mencari cara untuk mengisi dan memikirkan kekosongan budaya mereka. Sebuah kombinasi dari sisa-sisa autokrasi dan displin militeristik era perang yang diasuh oleh atmosfir alienasi, diperburuk pula oleh efek trauma psikologis dari bom atom yang pertama. Dengan latar inilah Gutai Art Association (Gutai Bijutsu Kyokai) dibentuk di tahun 1955. Sekitar 20 seniman muda berkumpul di sini di bawah pimpinan Jira Yoshihara, seorang miliuner minyak makanan yang eksentrik dan seniman yang motonya adalah ‘never imitates others’ atau ‘jangan meniru yang lain’: membuat sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.

Ideologi dari gutai Gutai yang orisinil ini adalah setiap anggota harus mengikuti jejak pribadi mereka sendiri, menghasilkan enerji impulsif layaknya kanak-kanak, sebagaimana yang mereka lakukan kemudian. Ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan mengingat banyak seniman tersebut awalnya bermata pencaharian sebagai guru seni untuk TK atau SD.

Kiri: Shuji Mukai (kelahiran 1940), Work, 1963. Kanan: Tsuyoshi Maekawa (kelahiran1936), Work, 1961.

Di fase pertama pergerakan mereka, Kazuo Shiraga mungkin adalah seniman yang paling penting yang ada di grup ini. Adalah penting untuk memahami karya seperti Work II dikerjakan dengan sebuah penampilan melukis di hadapan penonton, dengan sang seniman tergantung di atas kanvas, menyeret kakinya di antara barisan cat. Shiraga memilih metode ini karena menurutnya kakinya kurang terlatih dibandingkan tangannya, sehingga akan menghasilkan karya yang lebih spontan. Saat Shiraga berkubang dengan lumpur dan cat, seniman lain, Saburo Murakami, berkerasi dengan melompat melewati bentangan kertas, dan Atsuko Tanaka menggunakan bel dan bohlam dalam pertunjukan teatrikalnya.

Yves Klein menghabiskan dua tahun di Jepang dari tahun 1952 hingga 1954 dan karya berikutnya mengungkap adanya pengaruh dari grup Gutai, meskipun dia bersikukuh membantah. Pengaruh ini secara khusus terbukti di seri Anthropometry milik Klein yang menampilkan perempuan telanjang bergelung di tengah cat, dan dia mungkin dipengaruhi oleh cat kaki karya Shiraga.

Yoshihara sendiri merupakan seniman besar dan seorang pengikut tekun dari pergerakan avant-garde barat pasca perang, terutama Abstract Expressionism. Dia menulis surat kepada Jackson Pollock,  di masa akhir kehidupan Pollock, tentang apa yang ia rasakan sebagai persamaan antara karya-karya Pollock dengan Gutai, yang sayangnya tidak mendapat balasan.

Kiri: Tsuyoshi Maekawa (lahir 1936), Work 130931, 1963. Kanan: Atsuko Tanaka (1932-2005), Work, 1975.

Di akhir 1950-an, Yoshiara memindahkan grup ini ke Art Informel, sebuah pergerakan yang diperjuangkan oleh kritikus asal Perancis, Michel Tapié, yang juga memperjuangkan Gutai, dan melakukan perjalanan ke Jepang untuk bertemu dengan Yoshihara. Di fase kedua aktifitas grup ini, yang berlangsung dari tahun 1962 hingga 1972, jumlah seniman mereka meningkat hingga 50 orang dan pinacotheca Gutai pun didirikan, yang menjadi tempat tujuan bagi John Cage dan Lawrence Alloway, kitikus dan kurator Inggris di Guggenheim pada saat itu.

Dari pertunjukan melukis, grup ini bergerak dengan melakukan berbagai eksperimen dengan berbagai bentuk dari seni multimedia, termasuk seni mesin penjual yang ada di departement store di kota Osaka. Mereka juga bereksperimen baik dengan materi temuan industrial dan natural, seperti sinar lampu listrik, cellophane, asap, air dan suara yang berwujud.

Puncak pencapaian grup Gutai adalah saat ditunjuk sebagai perwakilan seni arus utama Jepang di Expo ’70, dimana mereka mengkoreografi sebuah pertunjukan upacara seni yang menampilkan orang-orang yang menerbangkan balon-balon raksasa dan sebuah mobil pemadam yang menyemprotkan gelembung. Tapi Expo ini juga menandakan awal dari berakhirnya grup Gutai, karena banyak sosok penting yang mengundurkan diri, dan beberapa seniman yang lebih muda di grup ini merasa  kecewa. Gerakan mereka kemudian mereda di tahun 1972 saat Yoshihara meninggal dunia.

 

Kiri: Kazuo Shiraga (1924-2008), Hokei, 1992. Kanan: Chiyu Uemae (lahir. 1920), Untitled, 1964. 

Grup Gutai kemudian terlupakan dalam perkembangan seni kontemporer pascaperang selama empat dekade. Para anggotanya memproduksi karya-karya berani yang membentuk perpaduan antara seni, tubuh, ruang dan waktu, menghasilkan warisan ekperimen estetika yang bertahan lama dalam prosesnya. Mereka mempengaruhi para kritikus barat dan fertilisasi silang ini ternyata menghasilkan.

Gutai di fase pertamanya mengantisipasi akan Abstract Expressionism, Arte Povera dan Fluxus, dan fase kedua  mengantisipasi seni konseptual, terutama seninan dari gerakan Zero, sebuah sebuah jaringan internasional dari seniman Eropa yang berbagi aspirasi yang sama untuk mentransformasi dan meredefenisi akan arti seni.

Sumber gambar: christies.com

Penulis: Haris Fadli Pasaribu

joker123malaysia pussy88 xe88 mega888official